Wednesday, November 30, 2016

LIST SPONSOR DAERAH SOLO

List sponsor buat yang ngadain acara 
Purwosari
telkomsel,(purwosari)
sitok,(dket jackstar)
JL. Slamet Riyadi
pln,(jalan slamet riyadi)
Gramedia,(jalan slamet riyadi)
BTN,
BNI,(jalan slamat riyadi).biasanya dapet
Mandiri,(slamet riyadi)
BRI,
BI,(dari sekarang)
Javenir,(jalan adi sucipto)
Ptpn ,(dket balaikota) à sound dll
RiaFM, (gramedia)
BELAKANG KAMPUS
omah selat(jagalan/pucangsawit)
tiada tara(di surya tenggelam belok kiri)
roti kecil (dket kampus psikolog)
luwes bakery(pucang sawit)
pria tampan (laweyan)
merak manis(laweyan)
biojanna(surya utama) à backdrop
sofwan( blakang kampus) à disc print dll
Rea à uang
DEKET TERMINAL TIRTONADI
joglosemar,(dket terminal) à uang
pocari sweat,(dket terminal)
hajar aswat(tirtonadi)

PALUR & KARANGANYAR
utra,(palur>hbs plasa palur) à ngasih air minum
PDAM karanganyar

NGRUKI
Tsabita,(ngruki)
Arafah,(ngruki) à buku

amsil,
club
pucuk harum,
dzakya,(karang pandan)

gradient à diskon cetak2

comari,(blakang SGM)
tiga serangkai,(sriwedari
pdam,(jalan adi sucipto)
solopos,(jalan adi sucipto)
kompas,
TATV,(mojosongo)
soloradio,(manahan)
togamas,(kota barat)
Purimas,(jalan adi sucipto)
Mommilk,(UMS)
Holland Bakery, (dket ps gede)
Istibank,(UNS)
Solocom,(jalan ahmad yani) à backdrop
Larissa
danarhadi
putrahadi à batik

horison(mesjid pak harto k kiri)
KJA konsultan/27 B(puwosari) à Fresh Money
TPS food à fresh money
Hortifarm à perlu dicoba
Bloem Bakery
Waroeng Steak
Speed Computer à Fresh Money

Retro
Pocary
Purimas
Rohto
Kimia Farma
Mirai Ocha
Batik semar
Kondang Motor à stand + uang

Tuesday, November 29, 2016

TINJAUAN PUSTAKA DAN DAFTAR PUSTAKA LAPORAN KESUBURAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tanah Alfisol
Alfisol merupakan tanah-tanah di bawah permukaan horizon terdiri dari tumpukan liat dan bersifat basa menengah sampai tinggi. Biasanya lembab untuk 20 hari berturut turut selama masa suhu pertumbuhan tanaman. Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan.  Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur hara tinggi. Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit.  Proses pembentukan Alfisol di Jawa memerlukan waktu 5000 tahun karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Alfisol terbentuk di bawah tegakan hutan berdaun lebar (Hardjowigeno 2004).
Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin.  Di daerah dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda.  Di daerah basah bahan induk biasanya lebih tua daripada di daerah dingin. Alfisol ditemukan banyak di zona iklim, tetapi yang utama adalah di daerah beriklim sedang yang bersifat humid atau subhumid, dengan bahan induk relative muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena itu, alfisol adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral tanah yang mudah lapuk, mineral liat kristal ini kaya akan unsur hara (Darmawijaya 2000).
4
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci kebawah bersama gerakan air perkolasi. Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimilki tanah entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain (Hardjowigeno 2004).
B.     Pupuk Cair, Pupuk Kandang, Urea, NPK, Pupuk SP
Pupuk cair adalah suatu bahan hara berbentuk cairan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Proses pembuatan pupuk pada umumnya dilakukan secara anaerob (tanpa oksigen). Manfaat pupuk cair yaitu lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap hara. Sehingga ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di atas daun-daun. Cara penggunaannya adalah dilarutkan terlebih dahulu dengan air kemudian disemprotkan ke daun. Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu  memupuk tanaman, menyiram tanaman, mengobati tanaman. Bahan Pupuk cair bisa dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur yang mudah atau bisa terurai di dalam air, misalnya pupuk hewan, daun-daunan (terutama dari kacang-kacangan) dan kompos (Sutejo 2002).
Pupuk kandang tergolong dalam kelompok pupuk organik yang berasal dari sisa (kotoran) hewan. Pupuk kandang bermanfaat untuk kesuburan tanah, apabila dipelihara dengan baik, tetapi juga sering mengandung benih hama penyakit dan gulma. Nilai pupuk kandang ditentukan oleh kandungan unsur hara dan tingkat pelapukannya. Sebelum dimanfaatkan tanaman, pupuk kandang terlebih dulu mengalami proses mineralisasi dan humifikasi dengan bantuan mikrobia pengurai. Keuntungan pemakaian pupuk kandang adalah dapat memperbaiki kesuburan fisika tanah melalui perubahan struktur dan permeabilitas tanah serta dapat meningkatkan kegiatan mikrobia tanah yang berarti meningkatkan kesuburan biologis. Efek kelebihan pupuk kandang akan menimbulkan pencemaran nitrat, dan amonia sehingga menyebabkan eutrofikasi (Jumin 2002).
Pupuk kandang dapat diartikan sebagai semua produk buangan dari hewan ternak yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak diberi alas sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut pupuk kandang pula. Berdasarkan sifatnya pupuk kandang dibagi menjadi dua yaitu pupuk kandang padat dan cair. Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan termasuk yang belum dikomposkan, sebagai sumber hara N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Sedangkan pupuk kandang cair merupakan bentukan cair dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Pupuk kandang yang masih segar jika dicampur dengan air dan dijadikan pupuk kandang cair memiliki kandungan hara yang lebih baik dibanding dengan pupuk kandang padat (Suwarno 2003).
Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik dari CO(NH2)2, pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil (diameter lebih kurang 1 mm). Pupuk ini mempunyai kadar N 45%-46%. Urea larut sempurna di dalam air, dan tidak mengasamkan tanah. Sifat urea lain yang tidak menguntungkan adalah sangat higrokopis dan mulai menarik air dari udara pada kelembaban nisbi 73 persen         (Muhfandi 2011).
Kelebihan dari pupuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal. Kelebihan lain yaitu menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya pengangkutan. Penggunanan pupuk NPK dapat menjadi solusi dan alternatif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2003).
Pupuk SP atau SP36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah (Situmorang 2001).
C.  Kesuburan Tanah
Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion dari dalam tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam tanaman adalah 2%-4% berat kering. Dalam tanah kadar nitrogen sangat bervariasi, tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanaman di lahan kering umumnya menyerap ion nitrat relative lebih besar jika dibandingkan dengan ion anonium. Sumber utama Nitrogen adalah nitrogen bebas di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% dan sisanya berasal dari senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi komponen pelican oleh karena wataknya yang mudah larut air. Watak ini juga menjadikan endapan-endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di daerah beriklim kering dan itu pun terbatas secara setempat. Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan . tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer dan ion ortofosfat sekunder. Kalium merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. kalium mempunyai valensi satu dan diserap tanaman dalam bentuk ion. Kalium tergolong dalam unsure yang mobile. Kalium jumlahnya sangat banyak dalam tanah, namun kalium yang tersedia sangat sedikit karena mengalami pencucian dan jerapan. Kalium biasanya bersumber dari batuan mineral primer (Rosmarkam 2002).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan, terdiri sebagian dari sisa dan sebagian dari pembentukan baru dari sisa tumbuhan dan hewan. Bahan ini adalah sisa yang tidak statis yang mengalami serangan dari jasad-jasad renik tanah. Karena itu bahan ini merupakan bahan transisi tanah dan terus-menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tumbuhan tingkat tinggi. Bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit, kurang lebih hanya 3 sampaii 5 % dari berat tanah dalam top soil tanahmineral yang mewakili. Akan tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan kehidupan jauh lebih besar dibanding dengan kandungan yang rendah itu. Pertama, bahan organik berperan sebagai pembentukan butir (granulator) dari butir-butir mineral, yang menyebabkan terjadinya keadaan gembur pada tanah produktif. Disamping itu bahan organik merupakan sumber pokok dari dua unsur utama, fosfor dan sulfur dan merupakan satu-satunya sumber nitrogen (Buckman 2001).
Pengaruh terhadap sifat-sifat fisika tanah, bahan organik mendorong peningkatan daya menahan air tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia untuk kehidupan tumbuhan. Humus adalah kata yang digunakan bila berhubungan dengan bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan jauh. Satu dari ciri-ciri yang khas dan sangat penting dari humus adalah kandungan nitrogennya yang biasanya bervariasi dari 3 sampai 6 %, konsentrasi nitrogennya mungkin sering lebih rendah atau lebih tinggi. Dan kandungan karbon umumnya kurang variasi dan diperkirakan menjadi 58 %  (Foth 2005).
Pada akhirnya bahan organik merupakan sumber tenaga yang utama untuk mikroorganisme dalam tanah. Tidak adanya bahan organik, aktivitas biokimia praktis terhenti. Untuk mudahnya, organik itu dianggap terdiri dari dua golongan besar: (1) jaringan asli dan jaringan yang sudah mengurai (terdekomposisi), (2) humus. Jaringan asli tersebut meliputi tambahan yang selalu ada, terdiri dari sisa akar, bagian atas dari tumbuhan tingkat tinggi yang hampir tidak mengalami dekomposisi. Bahan ini menjadi sasaran penyerangan hebat oleh organisme tanah, yaitu tumbuhan dan hewan yang menggunakan sumber tenaga dan bahan pembentuk jaringan. Hasil penguraian ini lebih kokoh dan seperti agar-agar dibentuk oleh mikroorganisme dan diubah jaringan tumbuhan asli, secara keseluruhan dikenal sebagai humus. Bahan ini biasanya berwarna hitam atau coklat dan bersifat koloida. Daya penahan air dan ion-ion hara jauh lebih besar daripada lempung, pasangannya anorganik. Jumlah humus yang kecil saja, sangat memperbesar kemampuan tanah untuk meningkatkan hasil tanaman     (Manik 2007).
Kandungan bahan organik terbukti berperan sebagai faktor kunci utama yang mampu mengendalikan mutu tanah secara kimia, fisika dan biologi.  Secara kimia, komposisi bahan organik (yang dianalisis dengan 13C NMR) adalah cukup kompleks dengan berbagai gugusan, seperti : Alkil, N-alkil, O-Alkil, Acetat, Aromatik, Fenolik, Karboksil. Selain itu, pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah dapat menurunkan pH tanah karena bertindak sebagai donor proton, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk khelat kompleks karena mempunyai gugus karboksil dan fenolik bermuatan negative, dapat meningkatkan KTK karena memberikan muatan negative dan dapat sebagai sumber hara bagi tanaman dari hasil mineralisasi           (Kurnia 2006).
Pertukaran kation adalah pertukaran antara satu kation dalam satu larutan dan kation lain pada permukaan dari setiap permukaan dari bahan yang aktif. Semua komponen tanah mendukung perluasan tempat pertukaran kation tetapi pertukaran kation pada sebagian besar tanah dipusatkan sesuai dengan liat dan bahan organik .Kapasitas pertukaran kation merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini di definisikan sebagai jumlah keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan dalam miliekuivalen per seratus gram tanah kering oven (Foth 2005).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang.  Suatu resin umum yang lazim ialah resin 8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8%. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuran–ukuran lain juga tersedia (Suharta 2008).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap. Ion H+ yang terjerap menentukan kemasaman aktif atau aktual kemasaman potensial dan aktual secara bersama menentukan kemasaman total. pH yang diukur pada suspensi tanah dalam larutan garam netral (misal KCl) menunjukan kemasaman total oleh karena K+ dapat melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme pertukaran ion (Baskoro 2005).
Kelengasan tanah adalah keadaan yang memerikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan zarah tanah (adhesi) dan massa air (kohesi).  Adanya berbagai aras saling tindak ini menjadikan dalam suatu sistem tanah ditemui aneka keadaan lengas tanah. Salah satu gatra penting dalam pemerian keadaan lengas tanah adalah mengetahui jumlah air yang dapat disekap oleh sistem tanah dan dipasokkan ke tanaman pada berbagai titik keseimbangan atau tetapan lengas.  Beberapa tetapan lengas yang dicoba untuk memerikan gatra tanah adalah : koefisien higroskopis, air kapiler, titik layu permanent, dan kapasitas lapang (Purwowidodo 2000).
Keadaan air dalam tanah pada kapasitas lapang adalah jumlah prosentase kandungan setelah air gravitasi (kakas berat) menurun sama sekali.  Tanah yang jenuh air karena hujan lebat atau irigasi, dibiarkan selama 48 jam.  Pada keadaan tersebut tanah mengandung air yang terbanyak dibutuhkan tanaman, dimana pori makro terisi oleh udara tanah sedangkan pori lainnya oleh air yang tersedia tadi (Herujito 2006).
D.    Tanaman Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generative. Secara Morfologis perakaran jagung saat kecambah adalah akar radikal . Pada pertumbuhan selanjutnya, akar te rsebut digantikan oleh akar lateral. Sejenis akar udara akan tumbuh dari buku kedua atau ketiga di atas permukaan tanah oada saat tanaman berumur lebih dari 5 minggu  yang berfungsi untuk menyangga batang agar tidak rebh , selai membantu dalam penyerapan air dan hara bila akar ini menembus tanah. Malai bunga jantan biasanya muncul pada umur 40- 50 hst , lalu diikuti bunga betina 1-3 hari kemudian. Pembungaan dan penyerbukan akan terganggu bila terjadi kekeringan dan akibatnya produksi menurun. Jagung tergolong tanaman yang menyerbuk silang.  Terdapat beberapa jenis jagung yang ditananm di Indonesia mulai dari dent corn (jagung gigi kuda – Zea mays indentata ) , flint corn (jagung mutiaraindurata – Zea Mays ) , pop corn (jagung berondong – Zea Mays everta), sweet corn (jagung manis – Zea mays saccharata).




Pada praktikum kali ini yang kami gunakan adalah jagung manis dengan tingkat takson sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Sub divisio       : Angiospermae
Class                : Monocotyledoneae
Ordo                : Poales
Familia             : Poaceae
Genus              : Zea
Spesies             : Zea mays  saccharata.
(Tusi 2009)
Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Namun, beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung diantaranya pH tanah 5,6 -7,5 dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat ditanamai jagung, antara lain  andosol, latosol, grumosol, tanah berpasir dan yang terbaik adalah tanah dengan tekstur lempung berdebu (latosol). Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8% karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hinddda daerah beriklim topis basah. Pada lahan yang tidak beririgasi , pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah huan ideal yaitu sekitar 85-200 mm/bulan secara merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji, tanaman jagung perlu medapatkan cukup air (Warisno 2005).
Pertumbuhan tanaman jagung juga sanagat memerlukan sinar matahari. Tanamn jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat. Selain itu biji yang dihasilkan kurang baik, bahkan buahnya tidak dapat terbentuk . Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC. Namun, bagi pertumbuhan tanaman jagung yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27oC . Saat proses perkecambahan, benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30oC (Purwono 2010).
Tanaman jagung tidak akan memberikan hasil maksimal manakala unsur hara yang diperlukan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemberian pupuk nitrogen merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan produksi. Pemberian pupuk kalium dan phospat bersama-sama dengan nitrogen memberikan hasil yang lebih baik. Tanaman kekurangan unsur N akan nampak kerdil, warna daun menjadi kekuning-kuningan, buah terbentuk sebelum waktunya dan tidak sempurna. Tanaman kekurangan P terlihat saat tanaman masih muda, daunnya berwarna ungu dan berubah hijau kembali jika tanaman mendapatkan cukup phospat kembali. Tanaman kekurangan K seolah-olah layu, tepi daun menjadi kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi kecoklat-coklatan (Rosmarkam 2002).
Pemberian pupuk urea 400 kg/ha memberikan hasil lebih baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis, ini nampak pada batang lebih besar, tongkol lebih panjang dan besar serta jumlah biji per rumpun lebih banyak. Populasi satu tanaman tiap rumpun diperoleh hasil lebih baik. Penambahan populasi tanaman (tiga tanaman) tiap rumpun secara nyata menurunkan hasil jagung manis baik kualitas maupun kuantitas. Penambahan pupuk urea pada populasi 2-3/rumpun tidak meningkatkan jumlah biji/tongkol (Lopulisa 2004).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya/ protandri (Indranada 2006).
Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan koefisiensi pengairan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggerakkan air dan zat hara. Dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Dengan pemupukan berat, rupanya populasi yang lebih besar akan mendatangkan keefisienan penggunaan pupuk karena tercapainya keefisienan penggunaan cahaya (Isnaini 2006).
E.    N, P dan K Jaringan Tanaman
Jaringan merupakan kumpulan dari sel-sel yang mengandung protoplasma, dimana sel-sel tersebut memerlukan unsure hara terutama hara esensial untuk tumbuh dan berkembang. Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N, jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Kemas 2005).
Nitrogen akan meningkatkan kadar protein, sehingga N akan menaikkan kualitas biji dan menaikkan produksinya walaupun sedikit. Pemupukan N setelah berbunga merangsang penyusunan protein. Pemupukan N yang terlambat sering menaikkan kadar protein kasar biji dan juga glutelin serta promalin. Pemupukan N pada tanaman jagung terutama untuk menaikkan kadar prolamin yaitu zein dari biji jagung. Pada tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena pemupukan N yang tinggi atau pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutelin yaitu protein dengan lisin yang tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan nilai kualitasnya (Siradz 2007).
Aspek penting kesuburan tanah dalam hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode kekuranagn (stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung berkurang sesuai dengan penurunan kadar air tanah atau peningkatan stress/kekurangan air. Akan tetapi pengaruh kekurangan air terhadap serapan P tanaman dapat dikurangi dengan pemberian P yang tinggi (Lopulisa 2004).
Masing–masing metode pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan pertimbangan makin menyebar menyebabkan K makin banyak kontak dengan bahan-bahan tanah, dan kondisi ini sangat merugikan apabila pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan menfiksasi K tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada tempat tertentu (tugal atau alur) maka konsentrasi pada bagian-bagian tertentu tinggi sebaliknya bagian lain sedikit. Terlalu banyak konsentrasi K dapat merusak tanaman muda atau perakaran, yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Suwarno 2003).
Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan. selain sangat mutlak di butuhkan, ia dengan mudah tidak dapat menyersediakan bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Larutan hara yang ada di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-sama. Pergerakan N di dalam tanah sulit untuk diamati, karena adanya proses transformasi yang tidak dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan nitrifikasi    (Sulaiman 2005).
F.        N, P, dan K Tersedia Tanah
Senyawa organik pada tanah yang terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) merupakan cara yang mudah dan cepat untuk mengatasi masalah kekurangan hara.Fungsi-fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah (Sudaryanto 2009).
Nitrogen adalah salah satu unsur hara utamayang sangat penting dalam seluruh proses biokimiadi tanaman. Di dalam tanah, sumber nitrogen adalahbahan organik, pupuk kandang, sisa tanaman yangterdekomposisi, fiksasi nitrogen biologis, air irigasi danpupuk anorganik. Kekurangannitrogen pada pembibitan seringkali membatasipertumbuhan dan kualitas bibit. Dalam sistem nutrisitanaman yang terintegrasi, kesehatan tanah yangberhubungan dengan ketersediaan nitrogen dapatdicapai dengan menyeimbangkan input sumbernitrogen dari pupuk anorganik dan dari mikroorganisme pemfiksasi nitrogen (Reginawanti dan Tualar 2004).
Fosfor adalah salah satu mineral makro. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat. Di dalam bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik. Sebagian besar fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis 70% yang dicerna akan diserap (Almatsier 2001).
Dosis pemberian K yang meningkat dapat mening-katkan serapan K secara nyata. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan K pada tanah, dengan bertam-bahnya dosis K yang diberikan. Jumlahkalium yang diserap oleh tanaman ditentukan oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi kalium dalam larutan tanah. Makin tinggi konsentrasi kalium tanah makin tinggi serapan kalium tanaman. Pemberian pupuk kalium akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi kalium dalam tanah sehingga akan meningkatkan serapan kalium tanaman (Silahooy 2008).
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Zainal 2011).
G.      Bahan Organik
Bahan organik adalah bahan dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi faktor  biologi, kimia dan fisika. Bahan organik tanah adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hanafiah 2005).
Bahan organik tanah merupakan suatu sistem yang komplek dan dinamis. Bahan organik berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dipengaruhi faktor biologi, fisika dan kimia tanah. Bahan organik memiliki  peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung  tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan  tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya  kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting (Indrasari 2006).
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian 2007).
Mikro flora dan fauna tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson 2002).
Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap pertumbuhan tanaman.Sejumlah unsur hara seperti N, P, S, Mo, Cu, Zn, dan B mungkin terkandung dalam bahan organik tanah. Sebagai akibatnya, ketersediaannya tergantung pada proses dekomposisi bahan organik.Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar pertikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik  terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi penebalan struktur gumpal kasar yang kuat menjadi struktur yang lebih halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Stevenson 2002).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan membentuk kompleks lempung logam-humus. Tanah yang kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjaid keras, kompak dan bergumul, sehingga menjadi kurang produktif. Pada tanah pasiran, bahan organik dapat diharapkan mengubah struktur tanah dari butiran tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar                 (Seholes et al. 2004).
Pengaruh bahan organik terhadap salah satu sifat fisika tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak berisi bahan padat yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagi pori kapiler, pori meso dikenal sebagi pori drianase lambat, dan pori makro dikenal sebagai pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori makro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata airyang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yangberukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air. Penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menentukan berat volume tanah     (Wiskandar 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organikdi tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan persediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Seholes et al. 2004).
Kualitas dan kuantitas input bahan organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio kecil (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan organik dengan C/N besar(>25) maka mendorong mobilisasi, penentuan humus, akumulasi bahn organik dan peningkatan struktur tanah. input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat dekomposisi (Supriyadi, 2008). Selain itu, input bahan organik dengan kandungan N dan P rendah akan mendorong pengurangan bahan organik dalam tanah setelah dekomposisi (Fontaine et al. 2004).
H.    Kapasitas Tukar Kation
Lengas tanah merupakan air yang terdapat dalam tanah yang terikat oleh berbagai kakas (matrik,osmosis, dan kapiler). Kakas ini meningkat sejalan dengan peningkatan permukaan jenis zarah dan kerapatan muatan elektrostatik zarah tanah. Tegangan lengas tanah juga menentukan beberapa banyak air yang dapat diserap tumbuhan. Bagian lengas tanah yang tumbuhan mampu menyerap dinamakan air ketersediaan (Notohadiprabowo 2006).
Lengas tanah merupakan salah satu faktor penting dalam pembudidayaan benih yang sehat. Apabila kadar lengas di suatu tempat telah diketahui, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peraga atau prediksi tentang potensi hasil panen, kemungkinan irigasi, run off, evaporasi rata-rata, erosi, kualitas air, bahkan potensi terjadinya banjir. Manfaat terpenting lengas tanah adalah untuk memprediksikan terjadinya kekeringan (Chris 2004).
Penanaman menurut kontur adalah salah satu upaya untuk meningkatkan penyerapan air. Penyerapan ini dilakukan oleh tanaman dan  pengikatan lengas oleh tanah tinggi. Upaya yang dilakukan termasuk dalam sistem usaha tani berwawasan lingkungan       (Susanto 2002).
Kapasitas pertukaran kation (KPK) menyatakan bahwa ion-ion aluminium  mampu untuk menukargantikan dengan ion-ion kalsium, magnesium, kalium dan natrium dalam larutan. Sumber muatan koloid tanah terdiri dari muatan permanen (permanent charge) dan muatan tergantung pH atau muatan variabel (pH dependent charge atau variable charge). Ketersediaan hara dipengaruhi oleh dinamika hara atau proses jerapan dan pelepasan hara tersebut yang semuanya dikendalikan oleh koloid liat tanah. Besarnya jerapan kation atau anion oleh koloid tanah tergantung dari luas permukaan koloid tanah. Semakin luas permukaan koloid maka semakin banyak ion yang dapat dijerap. Luas permukaan mineral liat tipe 2:1 sekitar 700-800 m (Nursyamsi, Suprihati, 2005). Contohnya, 1 mol ion K akan mempunyai ion positif yang sama dengan 1 mol Na+, NH4+, atau H+, sedangkan 1 mol Ca2+, Mg2+, atau Fe2+ mempunyai muatan dua kalinya dan Al3+ mempunyai muatan tiga kalinya ion monovalen. Kemudian bila muatan negatif pada 1 kg tanah dapat diimbangi oleh 1 mol K+ maka tanah tersebut dapat diimbangi oleh 0.05 mol Ca2+ atau 0.091 mol Al3+. Akibat perbedaan-perbedaan muatan pada kation-kation tersebut, KPK biasanya dinyatakan dalam satuan miliequivalen (Laren dan Kameron 2000).
Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi terutama didekat permukaan liat yang berukuran seperti koloida dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel dapat mempunyai beribu-ribu muatan negatif yang dinetralisir oleh kation yang diarbsorbsi. Pertukaran misel yang bermuatan negatif membentuk satu ikatan selama muatan negatif ada dan dimana terdapat satu kekuatan tarik menarik yang kuat terhadap kation. Kation menetralkan permukaan muatan negatif. Kation dapat ditukar, dihidrasi atau ditarik selain molekul dan air hidrasi berpindah (Buringh 2003).
I.       Kadar Lengas Tanah
Kation adalah ion bermuatan positif seperti : Ca 2+, Mg 2+, Na+,  NH4 +,H+ dan Al3+. Di dalam tanah  kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau terjerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam  milliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (per 100 gr) dinamakan Kapasitas  Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK adalah me 100 gr-1 (Hardjowigeno 2003).
Penurunan KTK tanah gambut terjadi karena terbentuknya kompleks organo-kation antara asam-asam organik dengan metal dari raw mix semen (Al dan Fe) dalam tanah gambut. Pemberian raw mix semen mengakibatkan terjadinya proses pembentukan senyawa kompleks organo-kation yang mengakibatkan kation-kation terikat kuat sehingga sukar dipertukarkan. Pada tanah gambut asam-asam organik mampu mengkompleks ion-ion logam, khususnya logam transisi seperti Al, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Ikatan kation yang berasal dari raw mix semen dengan asam-asamorganik yang berasal dari proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang terdapat pada M-Bio merupakan ikatan kovalen yang kuat sehingga sukar dipertukarkan dibandingkan dengan ikatan elektron dalam adsorpsi dan pertukaran kation-kation basa (Sutanto 2002).
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik (liat)             (Hanafiah 2005).
Pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar tanaman sebagai hasil proses-proses metabolisme oleh akar, dan seringkali melawan gradien aktifitas disebut sebagai absorbsi aktif. Absorpsi pasif adalah pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar tanaman sebagai hasil difusi sepanjang gradien aktifitas. Adsorpsi merupakan suatu proses dimana atom-atom, molekul-molekul, atau ion-ion dijerap oleh permukaan benda padat melalui ikatan fisika atau kimia, yaitu penjerapan kation oleh mineral-mineral bermuatan negatif. Adsorpsi isothermik memperlihatkan suatu grafik jumlah dari suatu unsur kimia yang terikat pada kompleks penjerapan, pada suatu suhu tertentu, dan merupakan fungsi konsentrasi unsur dalam larutan yang berada dalam keadaan kesetimbangan dalam kompleks tersebut (Novizan 2005).

Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).  Oleh karena itu, Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah (Rosmarkam dan Yuwono 2002).


DAFTAR PUSTAKA


Almatsier S 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amini 2010. Tanah Alfisol. www.iptek.net.id. Diakses pada Hari Minggu, 28 April 2014 pukul 12.50 WIB.
Baskoro, Dwi Putro Tejo dan Henry D. Manurung 2005. Pengaruh Metode Pengukuran dan Waktu Pengayakan Basah Terhadap Nilai Indeks Stabilitas Agregat Tanah. Jurnal of Soil and Environment Vol 7 No.2: 54-57
Buckman H O, Brady N C 2001. Ilmu Tanah. Bharat Karya Aksara. Jakarta.
Buringh 2003. Introduction to The Study of Soil in Tropical and Subtropical Regions. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.
Darmawijaya, M Isa 2000. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fontaine, S., G., Bardoux, L. Abbadie, and Mariotti 2004. Carbon Input to Soil May Decrease Carbon Content. Ecology Letters, 7: 314-320
Foth, H.D 2005 . Dasar – Dasar Ilmu Tanah . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hanafiah 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S 2004. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis 2. Jakarta : Akapress.
Hardjowigeno 2003. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Jakarta : Akapress.
Herujito 2006. Dasar-dasar Kimia Tanah. UGM Press. Yogyakarta.
Indranada, H.K 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jakarta: PT Bina Aksara
Isnaini M 2006. PertanianOrganik. Yogyakarta: PenerbitKreasiWacana
Jumin, Basri 2002. Agronomi. Erlangga. Surabaya.
Kemas 2005. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Kurnia Undang, dan Manik L. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor.
Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo Persada.Jakarta.
Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo Persada.Jakarta.
Laren, R. G., dan K. C. Cameron 2000. Soil Science, an Intruduction to the Properties and Management of New Zealand Soils. Oxford University Press, Melbourne.
Manik, K. E. S., Afandi, dan Sukarno 2007. Karakteristik Fisika Tanah pada Perkebunaan Nanas yang Diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. Jurnal Tanah Tropika No 7 (8): 1 – 6
Marto Aminaton, Kasim Fauziah, Yusof Khairul Nizar Moh 2002. Mineralogi, mikrostruktur dan komposisi kimia tanah baki granit semenanjung Malaysia. Jurnal Kejuruteraan Awam (Journal of Civil Engineering) Vol. 14 No. 1.
Muhfandi 2011. Unsur N dalam Pupuk Urea. www.pusri.wordpress.com. Diakses pada Minggu, 28 April 2014.
Munir 2002. Tanah-tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka. Jakarta.
Novizan 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka, Tangerang
Nursyamsi Dedi, Suprihati 2005. Soil Chemical and Mineralogical Characteristics and Its Relationship with The Fertilizers Requirement for Rice (Oryza sativa), Maize (Zea mays) and Soybean (Glycine max)
Poerwowidodo 2000. Metode Selidik Tanah. Usana Offset. Surabaya
Purwono 2005. MorfologiTumbuhan. Singaraja :Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Reginawanti dan Tualar 2004. Potensi Rezobakteri Azotobakter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia. Vol. 5. No. 2.
Rosmarkam dan Yuwono 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Jakarta: Kanisius.
Rosmarkam 2002.Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius . Yogyakarta.
Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A., Sanckez, JSI., Ingram and R. Dudal 2004. Soil Fertility Reasearch in Response to Demant for Suitainability. In the Biological Management of Tropical Soil Fertility Ctds Woomer, PI. And Swift, M. J. John Wiley & Sons, New York.
Silahooy 2008. Journal The Effect of KCl and SP-36 Fertilizer on Availibility and Sorption of Potassium and Yield of Ground Nut (ArachishypogaeaL.) in Brunizem Soil. Vol. 36. No. 2.
Siradz et al 2007. Kuantitas dan variasi nitrogen tersedia pada tanah setelah penebangan hutan. Jurnal  Tanah Trop. 8:215-226
.
Stevenson, F. T 2002. Humus Chemistry. John Wiley & Sons, New York.
Sudaryanto 2009. Lengas Tanah.www.iptek.net.id.Diakses pada hari Jumat tanggal 28 April 2014.
Suharta, N. , D. subardja dan B. H. Prasetyo 2008. Karakteristik tanah – tanah berkembang dari batuan granit di Kalimantan Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No 6: 51 – 60.
Sutanto, Rachman 2002. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Sutejo 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suwarno 2003. Kesuburan Tanah. Bogor : Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tusi 2009. Aplikasi irigasi defisit pada tanaman jagung. Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009.
Warisno 2005. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta : Kanisius
Wiskandar 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di Lahan Kritis yang Telah Diteras. Kongres Nasional VII.
Zainal Arifin 2011. Bahan Organik. http://cms.1m-bio.com/bahan-organik/. Diakses pada hari Jumat tanggal 28 April 2014.

LAPORAN KULTUR JARINGAN


Laporan Kultur jaringan acara 1-5 , spesial baut adek-adek yang terlalu fokus mengejar passionnya sampe ga keburu ngerjain laporan :v https://drive.google.com/file/d/0B2J49Sard7HPVEhfQWJ3UV9SWmc/view?usp=sharing

TUGAS PLANT-PROTECTION KELAS INTERNASIONAL I WEEDS ON PADDY FIELD AND WAY TO CONTROL

I.                   PREFACE

A.      Background
Food is primary needs for every organism because without that the organism can do their metabolism and metabolism is for keep the organs run well and maintenance every part of body and for build energy for our activities. Food divided into several type like desert (fruit) , meat and the food for source of carbohydrate like rice,potato,wheat,corn and other. The  food for source of carbohydrate is base needs for human because all of us eat that everday. One of the most favorite in Indonesia is Rice from Paddy Field.
Rice is the most main food for Indonesian , like Javanese and Sundanese said that “we not eat if we not eat rice” it means the rice is so important. While the rice so important , in Indonesian still low production of rice and so many problem on paddy crop like pest,unstable price,water source and the problem cause by weeds.Other plant become problem because weeds make competition with main crop(paddy) to get nutrition, water and light. This problem cause decreasing 10%  of paddy yield and make farmer lossing their profit. The decreasing of profit make the farmer in Indonesia won’t to invest their money in paddy cultivation and make the land converting from paddy field to other business like residental business. It make additional problem like decreasing of land conservation, decreasing of green land and decreasing food source.
To overcome the weeds farmer commonly use the chemical herbicides because it so simple and so little knowledge about weed control. Chemical herbicide is efficient to clear the weed but as we know chemical thing have negative effect for environment. The negative effect for environment cause by herbicide is contamination of water quality, can kill other beneficial organism and can accumulate in one place including our body and make the human health decreasing.So the organic weed control is very need to maintain the paddy cultivation and the environment.


B.     The Purpose of Research
The purpose of research about Organic Weed Control in Paddy Field are as follows :
a.       Able to know the Importance of  weed control in paddy field
b.      Able to know several variety of weed in paddy field
c.       Able to know how to control paddy’s weed with organic methods



II.                CONTENT

A.    The Importance of Weed Control in Paddy Field
The importance of weed control in paddy field is for maintain the production of paddy field because rice is very important comodities and have to function for worlds people are as follows :
1.       Rice as a global staple food

Rice, wheat, and maize are the three leading food crops in the world; together they directly supply more than 50% of all calories consumed by the entire human population. Wheat is the leader in area harvested each year with 214 million ha, followed by rice with 154 million ha and maize with 140 million ha. Human consumption accounts for 85% of total production for rice, compared with 72% for wheat and 19% for maize.Rice provides 21% of global human per capita energy and 15% of per capita protein. Although rice protein ranks high in nutritional quality among cereals, protein content is modest. Rice also provides minerals, vitamins, and fiber, although all constituents except carbohydrates are reduced by milling.
 The world average consumption of rice in 1999 was 58 kg, with the highest intake in some Asian countries; Myanmar has the highest annual consumption at 211 kg/person. Rice eaters and growers constitute the bulk of the worlds poor: according to the UNDP Human Development Report for 1997, approximately 70% of the worlds 1.3 billion poor people live in Asia, where rice is the staple food.


http://www.knowledgebank.irri.org/ericeproduction/1.2.jpg
Table 1.Rice consumption in several country

To some extent, this reflects Asians large population, but even in relative terms malnutrition appears to affect a substantially larger share of the population in South Asia than in Africa. For these people, rice is the most important commodity in their daily lives. In countries such as Bangladesh, Vietnam, and Myanmar, the average citizen consumes 150-200 kg annually, which accounts for two-thirds or more of caloric intake and approximately 60% of daily protein consumption. Even in relatively wealthier countries such as Thailand and Indonesia, rice still accounts for nearly 50% of calories and one-third or more of protein.
2. The effect of rice on the global economy
Rice is also the most important crop to millions of small farmers who grow it on millions of hectares throughout the region, and to the many landless workers who derive income from working on these farms. In the future, it is imperative that rice production continue to grow at least as rapidly as the population, if not faster. Rice research that develops new technologies for all farmers has a key role to play in meeting this need and contributing to global efforts directed at poverty alleviation.

Agricultural population densities on Asia’s rice producing lands are among the highest in the world and continue to increase at a remarkable rate. Rapid population growth puts increasing pressure on the already strained food-producing resources. The aggregate population of the less developed countries grew from 2.3 billion in 1965 to 4.4 billion in 1995. Asia accounted for 60% of the global population, about 92% of the worlds rice production, and 90% of global rice consumption. Even with rice providing 35-80% of the total calories consumed in Asia and with a slowing of growth in total rice area, rice production more than kept up with demand in 2000. The largest producing countriesis China, India, Indonesia, Bangladesh, Vietnam, and Thailand together account for more than three quarters of world rice production.The worlds annual rough rice production, however, will have to increase markedly over the next 30 years to keep up with population growth and income-induced demand for food.
Weeds cause more yield losses in rice field than any other pests. Transplanted crop is affected less by weeds than direct sowing method. Weed management is very important component in rice production. Weeds grow vigorously and compete for resources. The crop weed competition varies with the type of rice culture, variety, cultural practices, like plant density, fertilizer, application, land preparation, time and method of planting, water management etc. Weeds can reduce rice yield varying from 20 to 80 per cent if not controlled even at early stage. However, crop damage is depending upon the intensity of weeds and cultural practices adopted by the farmers. portulacastrum.
B.       Variety of Weeds on Paddy Field
The weeds on paddy field have so much variety, based on morphological characteristic weeds divided into three group there are grass weed, sedges weed and broad leave weeds. About 70 species grasses wedd, 50 species sedges weeds and 20 species broad leave weeds. However just 12 species may be considered as economically important in paddy field in Asia there are Cyperus iria , Cyperus diformis, Echinocloa colona, Echinocloa crus-galli, Eclipta prostata, Fimbrystilis miliacea, Ichaemum rugosum, Leptochloa sinensis, Ludwigia hyssopifolia, Schoenopletus juncoides, Shenoclea zeylanica (IRRI 2014).
1.              Cyperus iria
A tufted annual herb, or occasionally perennial, with fibrous roots, 15-75 yellowish red roots; 10-70cm tall.The Stem: sharply 3 angled, tufted, smooth, 5-80cm high.Leaf: basal, rough to touch in upper part, linear, flaccid, with gradually tapering point and 3-8mm wide; sheath reddish or purplish brown, enveloping the stem at base.Inflorescence: simple or compound umbel composed of numerous erect-spreading 3-10mmlong flattened spikelets.Fruit: three-angled, 1.0-1.5mm nut with slightly concave sides, and shiny dark brown to black.
Pict. 1 Cyperusiria is a tufted weed with a yellowish
brown to greenish crowded inflorescence
This weeds can produce 3,000—5,000 seeds per plant, seedlings emerge immediately after rice is sown; flowers month later and can establish second generation in the same season. Flowers throughout the year.Cyperus rotundus with Cyperus iria can reduce grain yield by 51% because this weeds uptake nitrogen more than paddy (Surajit 1981).
2.      Cyperus diformis
Cyperus diformis or commonly called as Small flower umbrella plantAnnual, fibrous and reddish roots; up to 100cm tall.Stem: tufted, smooth and erect, triangular and 2-3mm thick; slightly winged.Leaf: three to 4 basal leaves; sheaths united at base, lower ones straw-colored to brown; blades flaccid and linear, 15-45 cmlong.Inflorescence: umbellate and subtended by two leaf-like bracts; rays 15-cmlong, some with long peduncle, some without stalk; spikelets numerous, crowded in masses about 2-5mmlong, each spikelet composed of 10-30 flowers.Fruit: brownish nut, elliptical to slightly obovate, about 0.6mmlong and lightly pitted.
Pict. 2 Inflorescensce of Cyperus diformis
Grows well in flooded or moist fertile soils and common in lowland rice. Also found on poorer sandy or clay soils in fallow lands but cannot tolerate deep flooding. Has a short life span; propagates by seeds and produces seeds throughout the year. Produces large quantities of seed and can complete life cycle in about 30 days. A dominant weed in direct-seeded rice when it occurs in high plant densities; forms dense mats of vegetation in the young crop and can cause rice yield losses of 12-50%.Alternate host of Xanthomonascampestris (Kern 1974).
3.      Echinochloacolona
A tufted annual grass, up to 60—cm tall.Stem: reddish purple or green, ascending to erect, without hairs.Leaf: linear, 10-15cmlong,basal portion often tinged with red;liguleabsent.Inflorescence: simple, ascending racemes, green to purple, about 5-15cmlong; spikeletssubsessile 1-3mmlong.





Pict 3. Echinochloacolona closely "mimics" rice and can be a severe competitor (IRRI).
 
 



Echinochloacolona flowers throughout the year and is propagated by seeds. Seeds have a short dormancy period.Can be present in large numbers and responsive to nutrients. Prefers moist but unflooded conditions and is a problem mainly in upland and rainfed lowland rice fields rather than in flooded fields.It closely "mimics" rice in the vegetative growth stage and is a severe competitor of rice.It is a host of diseases such as tungro and rice yellow dwarf. It can be used as a palatable fodder for milking animals and water buffalo (Galinato 1999).
4.      Echinochloa crus-galli
Annual, erect, tufted or reclining at base; up to 200cm tall.Stem: culms rooting at lower nodes, cylindrical, without hairs, and filled with white spongy pith.Leaf:linear with a broad round base and narrow top; blade 10-40cmlong; ligule absent.Inflorescence: loose green to purplish, 10—25—cm—long comprising compound racemes; spikelets more or less elliptical and pointed, usually slightly hairy; awns, if present, green to purplish, 2—5—mm—long.
Pict 4. Echinochloa crus-galli has loose green to purplish inflorescence (IRRI).
Propagates by seed. Flowers throughout the year and can produce seeds within 60 days.Echinochloa crus-galli prefers moist to wet land; easily grows in direct-seeded rice fields and wastelands. It is a common weed in swamps and aquatic places. 
A serious weed of lowland rice due to its rapid growth, competitive ability, and capacity to multiply rapidly. The young shoots are eaten in Java and it is used for reclaiming saline lands in Egypt. Serves as feed for animals in grasslands and wastelands (Holm et al. 1977).
5.      Eclipta prostrate
A prostrate or reclining to erect, often branched, annual or perennial herb, 30-100cm tall.Stem: cylindrical, green or purplish, rooting at basal nodes, and often covered with long white hairs.Leaf: oblong to lance-shaped, opposite, sessile or short-stalked, with more or less coarse hairs; margins entire or slightly toothed, up to 2-16cmlong.Inflorescence: terminal and axillary, about 1cm across, white or cream, on peduncles to 7-cm long.Fruit: achene, densely warted, either brown or black, 2-3mm—long.
Pict 5. Ecliptaprostrata is a prostrate or reclining to erect herb with white or cream inflorescence (IRRI).
Widespread and adapted to a range of environments. Found in poorly drained wet areas, saline conditions, along streams, in drains and canals of irrigated lowland rice paddies, in waste areas, and in upland fields.A single plant can produce as many as 17,000 seeds; germination affected by light, moisture level, pH, and temperature, but seeds have no dormancy.A common weed of rainfed lowland rice in the Philippines, Indonesia, and India, and other crops, including sugarcane, flax, taro, papaya, banana, soybean, vegetables, and cotton.Ecliptaprostrata is an alternate host of root-knot nematodes (Meloidogyne spp.). 
6.      Fimbristylismiliacea
Annual or perennial, without hairs, strongly tillering, with fibrous roots and up to 80-90cm high.Stem: slender, erect, densely tufted, compressed, and smooth; strongly angled at the top and flattened at the base; 20-70 cm tall.Leaf: stiff and thread-like; on flowerless stems: in 2 rows and with flattened sheaths; no prominent midribs; on flowering stems: only linear leaf sheaths; basal leaves have overlapping leaf sheaths; ligule absent.Inflorescence: 6-10 cmlong, compound umbel with 6-50 spikelets; spikelets reddish brown, 2-4mmlong and either round or acute at apex.Fruit: straw-colored or pale ivory nut, 0.2-0.3mmlong.
Pict 6. Fimbristylismiliacea is a slender tufted herb with compound reddish brown inflorescence (IRRI).
Propagates by seeds; flowers year-round and produces 10,000 seeds per plant; seeds can germinate immediately after reaching maturity.In rice fields, seedlings appear soon after rice is sown; flowers in about 1 month and capable of producing a second generation in the same season. Germinates where flood water is shallow or absent and seedlings may emerge throughout the entire growing period of rice. A serious and widespread weed of rice.An alternate host of diseases Rhizoctoniasolani, Thanatephoruscucumeris, and Xanthomonascampestrispv. oryzae, insects Creatonotusgangis Linnaeus, Leptocorisaacuta (Thunberg), and Mythimnaseparata (Walker), and nematodes Hirschmanniella sp. and Meloidogyne spp. 
7.      IschaemumrugosumSalisb.
An erect or ascending annual or perennial; up to 100—cm tall.Stem: often purplish, usually has hairs at nodes, cylindrical.Leaf: blades 10—30—cm—long, glabrous or with scattered hairs on both surfaces; compressed sheaths rather loose and green or purplish, with hairs on margins; ligule membranous and fused with auricles.Inflorescence: paired terminal spikes that are often strongly pressed against one another, thus appearing like a single spike. At maturity, it separates into two spike-like racemes. Spikelets paired, one is sessile, the other pedicelled; sessile spikelet yellowish green, up to 6—mm—long, first glume prominently transversely wrinkled; awns spiral at base, dark colored. 
Pict 7.Ischaemumrugosum has paired terminal spikes (IRRI).
Propagates by seeds. Seeds do not germinate while submerged though, after emergence, they can grow easily under flooded conditions.Ischaemumrugosum is found in wet conditions, especially in direct-seeded rice fields.Ischaemumrugosum is a serious weed in lowland direct-seeded rice, where it emerges later than many weeds in the crop and is favored by shallow flooding.
Also an alternate host of Chaetocnemabasalis (Baly), Cicadulinabipunctata (Melichar), Hysteroneurasetariae (Thomas), Leptocorisaacuta (Thunberg), NisiacarolinensisFennah, Orseoliaoryzae (Wood-Mason), Pseudococcussaccharicola Takahashi, Sesamiainferens (Walker), and Tetraneuranigriabdominalis (Sasaki), and diseases caused by tungro virus. It is also a host of the nematode Meloidogynesp.(Catindig 1995)


8.      Leptochloachinensis
A tufted and smooth annual or perennial; up to 120—cm tall.Stem: slender, hollow, erect or ascending from a branching base, rooting at lower nodes, smooth and without hair, typically 10-20 nodes, and can reach as high as 50-100cm.Leaf: smooth, linear, 10-30cmlong; ligule an inconspicuous membrane 1-2mmlong and deeply divided into hairlikesegments.Inflorescence: narrowly ovate, loose panicle, main axis 10-40cmlong, and with many spike-like slender branches; racemes slender, each with two rows of spikelets, spikelets 2-3.2mmlong, purplish or green and 4-6 flowered.

Pict 8. Leptocholachinensis has a slender stem and loose inflorescence

Propagates by seeds or vegetatively by rootstocks. Germination does not occur when seeds are submerged in water.
Leptocholachinensis is a serious weed of rice. Its ability to withstand waterlogged conditions as well as drained, moist conditions makes it a problem weed in rice. It is an alternate host of diseases caused by Ephelisoryzae, Pyriculariaoryzae, and Rhizoctoniasolani.
9.      Ludwigiahyssopifolia
An erect annual herb, 15-150cm tall and minutely hairy during early stage of growth.Stem: often 3 to 4 angled, green or purplish, and with white spongy pneumatophores arising from submerged roots.Leaf: lance-shaped, petioled, and up to 9cmlong.Inflorescence: solitary flowers, borne at axils of leaves; 4 yellow petals, elliptic, up to 3mmlong.Fruit: finely hairy, almost cylindrical, 1.75-2.5cmlong capsule.
Pict 9. Ludwigiahyssopifoliais an erect herb with yellow flowers (IRRI).
Widespread, growing in wet places, shallow pools and ditches, margins of canals and in lowland rice fields.Can produce approximately 250,000 seeds per plant; seeds released gradually and they remain floating in water up to 16 days before they sink. Seeds do not germinate under submerged conditions or when buried in soil. Seeds germinate in temperatures of 10—40º C.Can be a serious rice weed on both clay-loam and clay soils; in lowland rice fields.
10.  Schoenoplectusjuncoides
Found in lowland rice, shallow ponds, streams, and drains.Emerges directly from seeds in puddled rice fields; in swampy areas where tillage is minimal, seedlings emerge from vegetative buds. Seed germination increases under anaerobic conditions.In competition with rice, about 1,500 seeds are produced per plant.
Pict 10.Schoenoplectusjuncoides is a tufted erect herb with ovoid to oblong inflorescence (IRRI).
Can be a major weed in lowland rice fields.( Azmi 1993).
11.  Sphenocleazeylanica
An erect, branched herb, 7-150cm tall.Leaf: simple and spirally arranged light green; blades oblong to lance-shaped, narrowed at the tip, 10cmlong, borne on short stalks.Inflorescence: green, cylindrical, 7.5cmlong and dense terminal spike; flowers densely crowded, white to greenish, sessile.Close-up of inflorescence (IRRI).Fruit: a flat, 4-5mmdiameter globular capsule.Seed: yellowish brown, 0.5mmlong.



Pict 11. Sphenocleazeylanica is an erect branched herb (IRRI).
Reported to cause yield loss of 25—50% in rice. Young plants and tips of older plants are steamed and eaten as a vegetable in Indonesia (Moody 1989).
C.    Organic Weeds Control
1.      Land preparation
Land preparation is frequently overlooked as a method of weedcontrol. Typically, two tillage operationsare required to achieve a weed-free seedbed:
1)    Plowing
Incorporatesweeds into soil, often to a depth of 10 to 15 cm.
Pict 12. Plowing


2)    Harrowing
Early harrowing destroys weeds and encouragesweed seeds to germinate. Later harrowing destroys weeds that havegerminated since the previousharrowing. Greaternumbers of harrowing reduce seedstocks inthe soil and,consequently, reduces weedinfestations.
Pict 13. Harrowing
2.      Preventative weed control
It is easier to prevent the introduction orgermination ofweeds than to control them after they are already established. Seven possible methods of preventive weed control exist:
1.  Use “clean” seeds that have no weed seeds in them.
2.  Keep the riceseedling nursery freeof weeds and make sure weedsare not transplanted with seedlings.
3.  Keep bunds and irrigation canals freeof weeds.
4. Keep tools andmachinery clean so that seeds are nottransportedfrom field to field.
5.  Keep livestock out of rice fields.
6.  Prevent weeds in the areafrom producingseeds.
7. Prevent entryof water-carried vegetativepropagulesofweeds that are perennial.


3. Water management
Water management has always been aneffective and very important method ofcontrolling weeds  in rice. Many weeds cannotgerminate under flooded conditions. Proper leveling of paddies results in evendistribution of water duringearlyflooding, which is essential to effective herbicide application.
Pict 14. Water system
In general, weed densities decrease aswater depth increases. Even as little as 1 to 2 cm of waterreduces weeddensities. Continuous flooding usually results in abundant aquatic species but can be useful for controlling grasses and some sedges. Few weeds occur whena field is floodedto a depth of 15 cm.
4. Flooding
Flooding is effective only when the area issubmerged from time of planting until the crop forms a continuous canopy. If the water level drops within thisperiod, thenconditions become favorable for seedgermination or regrowth of some weed species.
5. Crop production Practices
1)      Planting method
Transplanting is primarily done for good weedcontrol. Planting seedlingsgives the crop a 14- to 21-daygrowth advantage over the weeds, andallows continuous floodingat greater depths. Plus, with rice in neat rows, hand weeding, or the use of mechanical weeders, is much simpler.
2)        Cultivars
cultivars may differ in how competitive they are against weeds. Cultivars with greaterseedling vigor, greater leaf areadevelopment, greaterearlyheight growthrates, and greatertillering ability are probably most competitive.
3)        Plant density
the closerthe plants aresown, the more competitive they are against weeds. Greater plant densities may allow the crop canopy to closesooner, reducing weedgermination and growth.
4)      Time of fertilizer application
weeds also require nutrients, and application of nitrogen and phosphorous stimulatesweed growth. In unweeded plots, weedgrowth increases asnitrogen levelincreases, resulting in yield reductions.Fertilizers should be applied when theyare mostbeneficial to the crop, not when they would increase weedcompetition. Early to mid-seasonapplication ofnitrogen often benefits the rice crop, but if weeds are present, then weed competition may also increase. Therefore, weeds should be controlled before nitrogen application.
6. Controlling Weeds - Direct Method
1) Hand weeding
Handweedingis most useful on annual weeds and certain perennial weeds thatusually do not regenerate from underground parts. It is a practical method of removing weeds within rows and hills where a cultivating implement cannot be used, but requires more labor thanother direct weedcontrol methods. Handweedingof young weeds at the two-leaf to three-leaf growthstages is extremely difficult. Therefore, hand weeding isgenerally delayed until weeds are large enough to be grasped easily.




III.             CONCLUSION

After we learn about Weed in Paddy Field , there are some conclusion :
1.                  Paddy is very important comodities because rice is global staple food and paddy is very big business.
2.                  Control of weed are so important to maintain the quality and quantity of paddy field. Control of weed is for prevent yield losses.
3.                  There are so many weed in Paddy cultivation but classified into three group based on Morphology there are grass, sedges and broad leave weeds.
4.                                     The main weeds for paddy is Cyperus iria , Cyperus diformis, Echinocloa colona, Echinocloa crus-galli, Eclipta prostata, Fimbrystilis miliacea, Ichaemum rugosum, Leptochloa sinensis, Ludwigia hyssopifolia, Schoenopletus juncoides, Shenoclea zeylanica .
5.                  Control of weed have so many way  there are indiret metod with  Land Preparation , water management, flooding and crop  production practices and direct method like hand weeding , mechanical weeding.











BIBLIOGRAPHY
Azmi M, Bakar B, Mansor M. 1993. Weed communities in principal rice-growing areas in penisular Malaysia. MARDI Report 165:1-16.
Caton BP, Mortimer M, Hill JE. 2004. Weeds of rice in Asia. Los Baños (Philippines): International Rice Research Institute. 116 p.
Holm LG, Plucknett DL, Pancho JV, Herberger JP. 1977. The world's worst weeds: distribution and biology. Honolulu Hawaii (USA): The University of Hawaii Press. 609 p.
Galinato MI, Moody K, Piggin CM. 1999. Upland rice weeds of South and Southeast Asia. Manila (Philippines): International Rice Research Institute. 156 p.
Kern JH. 1974. Cyperaceae. Flora Malesiana Ser. 1 7(3): 435-753.
Moody K. 1981.Major weeds of rice in South and Southeast Asia. Manila (Philippines): International Rice Research Institute. 79 p.
Moody K. 1989. Weeds reported in rice in South and Southeast Asia. Manila (Philippines): International Rice Research Institute. 442 p.
Moody K, Munroe CE, Lubigan RT, Paller Jr. EC. 1984. Major weeds of the Philippines. Weed Science Society of the Philippines. College Laguna (Philippines): University of the Philippines at Los Baños 328 p.

Pancho JV, Obien SR. 1995. Manual of ricefield weeds in the Philippines. Muñoz, Nueva Ecija (Philippines): Philippine Rice Research Institute. 543 p.