Tuesday, November 29, 2016

TINJAUAN PUSTAKA DAN DAFTAR PUSTAKA LAPORAN KESUBURAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tanah Alfisol
Alfisol merupakan tanah-tanah di bawah permukaan horizon terdiri dari tumpukan liat dan bersifat basa menengah sampai tinggi. Biasanya lembab untuk 20 hari berturut turut selama masa suhu pertumbuhan tanaman. Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan.  Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur hara tinggi. Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit.  Proses pembentukan Alfisol di Jawa memerlukan waktu 5000 tahun karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Alfisol terbentuk di bawah tegakan hutan berdaun lebar (Hardjowigeno 2004).
Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin.  Di daerah dingin hampir semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda.  Di daerah basah bahan induk biasanya lebih tua daripada di daerah dingin. Alfisol ditemukan banyak di zona iklim, tetapi yang utama adalah di daerah beriklim sedang yang bersifat humid atau subhumid, dengan bahan induk relative muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena itu, alfisol adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral tanah yang mudah lapuk, mineral liat kristal ini kaya akan unsur hara (Darmawijaya 2000).
4
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci kebawah bersama gerakan air perkolasi. Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimilki tanah entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain (Hardjowigeno 2004).
B.     Pupuk Cair, Pupuk Kandang, Urea, NPK, Pupuk SP
Pupuk cair adalah suatu bahan hara berbentuk cairan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman. Proses pembuatan pupuk pada umumnya dilakukan secara anaerob (tanpa oksigen). Manfaat pupuk cair yaitu lebih mudah terserap oleh tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap hara. Sehingga ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di atas daun-daun. Cara penggunaannya adalah dilarutkan terlebih dahulu dengan air kemudian disemprotkan ke daun. Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu  memupuk tanaman, menyiram tanaman, mengobati tanaman. Bahan Pupuk cair bisa dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur yang mudah atau bisa terurai di dalam air, misalnya pupuk hewan, daun-daunan (terutama dari kacang-kacangan) dan kompos (Sutejo 2002).
Pupuk kandang tergolong dalam kelompok pupuk organik yang berasal dari sisa (kotoran) hewan. Pupuk kandang bermanfaat untuk kesuburan tanah, apabila dipelihara dengan baik, tetapi juga sering mengandung benih hama penyakit dan gulma. Nilai pupuk kandang ditentukan oleh kandungan unsur hara dan tingkat pelapukannya. Sebelum dimanfaatkan tanaman, pupuk kandang terlebih dulu mengalami proses mineralisasi dan humifikasi dengan bantuan mikrobia pengurai. Keuntungan pemakaian pupuk kandang adalah dapat memperbaiki kesuburan fisika tanah melalui perubahan struktur dan permeabilitas tanah serta dapat meningkatkan kegiatan mikrobia tanah yang berarti meningkatkan kesuburan biologis. Efek kelebihan pupuk kandang akan menimbulkan pencemaran nitrat, dan amonia sehingga menyebabkan eutrofikasi (Jumin 2002).
Pupuk kandang dapat diartikan sebagai semua produk buangan dari hewan ternak yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak diberi alas sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut pupuk kandang pula. Berdasarkan sifatnya pupuk kandang dibagi menjadi dua yaitu pupuk kandang padat dan cair. Pupuk kandang padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan termasuk yang belum dikomposkan, sebagai sumber hara N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Sedangkan pupuk kandang cair merupakan bentukan cair dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Pupuk kandang yang masih segar jika dicampur dengan air dan dijadikan pupuk kandang cair memiliki kandungan hara yang lebih baik dibanding dengan pupuk kandang padat (Suwarno 2003).
Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik dari CO(NH2)2, pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil (diameter lebih kurang 1 mm). Pupuk ini mempunyai kadar N 45%-46%. Urea larut sempurna di dalam air, dan tidak mengasamkan tanah. Sifat urea lain yang tidak menguntungkan adalah sangat higrokopis dan mulai menarik air dari udara pada kelembaban nisbi 73 persen         (Muhfandi 2011).
Kelebihan dari pupuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal. Kelebihan lain yaitu menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya pengangkutan. Penggunanan pupuk NPK dapat menjadi solusi dan alternatif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2003).
Pupuk SP atau SP36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi tanaman rendah (Situmorang 2001).
C.  Kesuburan Tanah
Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion dari dalam tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam tanaman adalah 2%-4% berat kering. Dalam tanah kadar nitrogen sangat bervariasi, tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut. Tanaman di lahan kering umumnya menyerap ion nitrat relative lebih besar jika dibandingkan dengan ion anonium. Sumber utama Nitrogen adalah nitrogen bebas di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% dan sisanya berasal dari senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi komponen pelican oleh karena wataknya yang mudah larut air. Watak ini juga menjadikan endapan-endapan nitrogen yang cukup banyak hanya ditemui di daerah beriklim kering dan itu pun terbatas secara setempat. Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan . tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer dan ion ortofosfat sekunder. Kalium merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. kalium mempunyai valensi satu dan diserap tanaman dalam bentuk ion. Kalium tergolong dalam unsure yang mobile. Kalium jumlahnya sangat banyak dalam tanah, namun kalium yang tersedia sangat sedikit karena mengalami pencucian dan jerapan. Kalium biasanya bersumber dari batuan mineral primer (Rosmarkam 2002).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan, terdiri sebagian dari sisa dan sebagian dari pembentukan baru dari sisa tumbuhan dan hewan. Bahan ini adalah sisa yang tidak statis yang mengalami serangan dari jasad-jasad renik tanah. Karena itu bahan ini merupakan bahan transisi tanah dan terus-menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tumbuhan tingkat tinggi. Bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit, kurang lebih hanya 3 sampaii 5 % dari berat tanah dalam top soil tanahmineral yang mewakili. Akan tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan kehidupan jauh lebih besar dibanding dengan kandungan yang rendah itu. Pertama, bahan organik berperan sebagai pembentukan butir (granulator) dari butir-butir mineral, yang menyebabkan terjadinya keadaan gembur pada tanah produktif. Disamping itu bahan organik merupakan sumber pokok dari dua unsur utama, fosfor dan sulfur dan merupakan satu-satunya sumber nitrogen (Buckman 2001).
Pengaruh terhadap sifat-sifat fisika tanah, bahan organik mendorong peningkatan daya menahan air tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia untuk kehidupan tumbuhan. Humus adalah kata yang digunakan bila berhubungan dengan bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai perubahan jauh. Satu dari ciri-ciri yang khas dan sangat penting dari humus adalah kandungan nitrogennya yang biasanya bervariasi dari 3 sampai 6 %, konsentrasi nitrogennya mungkin sering lebih rendah atau lebih tinggi. Dan kandungan karbon umumnya kurang variasi dan diperkirakan menjadi 58 %  (Foth 2005).
Pada akhirnya bahan organik merupakan sumber tenaga yang utama untuk mikroorganisme dalam tanah. Tidak adanya bahan organik, aktivitas biokimia praktis terhenti. Untuk mudahnya, organik itu dianggap terdiri dari dua golongan besar: (1) jaringan asli dan jaringan yang sudah mengurai (terdekomposisi), (2) humus. Jaringan asli tersebut meliputi tambahan yang selalu ada, terdiri dari sisa akar, bagian atas dari tumbuhan tingkat tinggi yang hampir tidak mengalami dekomposisi. Bahan ini menjadi sasaran penyerangan hebat oleh organisme tanah, yaitu tumbuhan dan hewan yang menggunakan sumber tenaga dan bahan pembentuk jaringan. Hasil penguraian ini lebih kokoh dan seperti agar-agar dibentuk oleh mikroorganisme dan diubah jaringan tumbuhan asli, secara keseluruhan dikenal sebagai humus. Bahan ini biasanya berwarna hitam atau coklat dan bersifat koloida. Daya penahan air dan ion-ion hara jauh lebih besar daripada lempung, pasangannya anorganik. Jumlah humus yang kecil saja, sangat memperbesar kemampuan tanah untuk meningkatkan hasil tanaman     (Manik 2007).
Kandungan bahan organik terbukti berperan sebagai faktor kunci utama yang mampu mengendalikan mutu tanah secara kimia, fisika dan biologi.  Secara kimia, komposisi bahan organik (yang dianalisis dengan 13C NMR) adalah cukup kompleks dengan berbagai gugusan, seperti : Alkil, N-alkil, O-Alkil, Acetat, Aromatik, Fenolik, Karboksil. Selain itu, pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah dapat menurunkan pH tanah karena bertindak sebagai donor proton, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk khelat kompleks karena mempunyai gugus karboksil dan fenolik bermuatan negative, dapat meningkatkan KTK karena memberikan muatan negative dan dapat sebagai sumber hara bagi tanaman dari hasil mineralisasi           (Kurnia 2006).
Pertukaran kation adalah pertukaran antara satu kation dalam satu larutan dan kation lain pada permukaan dari setiap permukaan dari bahan yang aktif. Semua komponen tanah mendukung perluasan tempat pertukaran kation tetapi pertukaran kation pada sebagian besar tanah dipusatkan sesuai dengan liat dan bahan organik .Kapasitas pertukaran kation merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan kation per satuan bobot tanah. Kapasitas ini di definisikan sebagai jumlah keseluruhan kation terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan dalam miliekuivalen per seratus gram tanah kering oven (Foth 2005).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang.  Suatu resin umum yang lazim ialah resin 8% terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8%. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuran–ukuran lain juga tersedia (Suharta 2008).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap. Ion H+ yang terjerap menentukan kemasaman aktif atau aktual kemasaman potensial dan aktual secara bersama menentukan kemasaman total. pH yang diukur pada suspensi tanah dalam larutan garam netral (misal KCl) menunjukan kemasaman total oleh karena K+ dapat melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme pertukaran ion (Baskoro 2005).
Kelengasan tanah adalah keadaan yang memerikan volume air (cairan) yang tertahan dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling tindak antara massa air dengan zarah tanah (adhesi) dan massa air (kohesi).  Adanya berbagai aras saling tindak ini menjadikan dalam suatu sistem tanah ditemui aneka keadaan lengas tanah. Salah satu gatra penting dalam pemerian keadaan lengas tanah adalah mengetahui jumlah air yang dapat disekap oleh sistem tanah dan dipasokkan ke tanaman pada berbagai titik keseimbangan atau tetapan lengas.  Beberapa tetapan lengas yang dicoba untuk memerikan gatra tanah adalah : koefisien higroskopis, air kapiler, titik layu permanent, dan kapasitas lapang (Purwowidodo 2000).
Keadaan air dalam tanah pada kapasitas lapang adalah jumlah prosentase kandungan setelah air gravitasi (kakas berat) menurun sama sekali.  Tanah yang jenuh air karena hujan lebat atau irigasi, dibiarkan selama 48 jam.  Pada keadaan tersebut tanah mengandung air yang terbanyak dibutuhkan tanaman, dimana pori makro terisi oleh udara tanah sedangkan pori lainnya oleh air yang tersedia tadi (Herujito 2006).
D.    Tanaman Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generative. Secara Morfologis perakaran jagung saat kecambah adalah akar radikal . Pada pertumbuhan selanjutnya, akar te rsebut digantikan oleh akar lateral. Sejenis akar udara akan tumbuh dari buku kedua atau ketiga di atas permukaan tanah oada saat tanaman berumur lebih dari 5 minggu  yang berfungsi untuk menyangga batang agar tidak rebh , selai membantu dalam penyerapan air dan hara bila akar ini menembus tanah. Malai bunga jantan biasanya muncul pada umur 40- 50 hst , lalu diikuti bunga betina 1-3 hari kemudian. Pembungaan dan penyerbukan akan terganggu bila terjadi kekeringan dan akibatnya produksi menurun. Jagung tergolong tanaman yang menyerbuk silang.  Terdapat beberapa jenis jagung yang ditananm di Indonesia mulai dari dent corn (jagung gigi kuda – Zea mays indentata ) , flint corn (jagung mutiaraindurata – Zea Mays ) , pop corn (jagung berondong – Zea Mays everta), sweet corn (jagung manis – Zea mays saccharata).




Pada praktikum kali ini yang kami gunakan adalah jagung manis dengan tingkat takson sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Sub divisio       : Angiospermae
Class                : Monocotyledoneae
Ordo                : Poales
Familia             : Poaceae
Genus              : Zea
Spesies             : Zea mays  saccharata.
(Tusi 2009)
Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Namun, beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung diantaranya pH tanah 5,6 -7,5 dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat ditanamai jagung, antara lain  andosol, latosol, grumosol, tanah berpasir dan yang terbaik adalah tanah dengan tekstur lempung berdebu (latosol). Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8% karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hinddda daerah beriklim topis basah. Pada lahan yang tidak beririgasi , pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah huan ideal yaitu sekitar 85-200 mm/bulan secara merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji, tanaman jagung perlu medapatkan cukup air (Warisno 2005).
Pertumbuhan tanaman jagung juga sanagat memerlukan sinar matahari. Tanamn jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat. Selain itu biji yang dihasilkan kurang baik, bahkan buahnya tidak dapat terbentuk . Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC. Namun, bagi pertumbuhan tanaman jagung yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-27oC . Saat proses perkecambahan, benih jagung memerlukan suhu yang cocok sekitar 30oC (Purwono 2010).
Tanaman jagung tidak akan memberikan hasil maksimal manakala unsur hara yang diperlukan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan hasil panen secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemberian pupuk nitrogen merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan produksi. Pemberian pupuk kalium dan phospat bersama-sama dengan nitrogen memberikan hasil yang lebih baik. Tanaman kekurangan unsur N akan nampak kerdil, warna daun menjadi kekuning-kuningan, buah terbentuk sebelum waktunya dan tidak sempurna. Tanaman kekurangan P terlihat saat tanaman masih muda, daunnya berwarna ungu dan berubah hijau kembali jika tanaman mendapatkan cukup phospat kembali. Tanaman kekurangan K seolah-olah layu, tepi daun menjadi kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi kecoklat-coklatan (Rosmarkam 2002).
Pemberian pupuk urea 400 kg/ha memberikan hasil lebih baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis, ini nampak pada batang lebih besar, tongkol lebih panjang dan besar serta jumlah biji per rumpun lebih banyak. Populasi satu tanaman tiap rumpun diperoleh hasil lebih baik. Penambahan populasi tanaman (tiga tanaman) tiap rumpun secara nyata menurunkan hasil jagung manis baik kualitas maupun kuantitas. Penambahan pupuk urea pada populasi 2-3/rumpun tidak meningkatkan jumlah biji/tongkol (Lopulisa 2004).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya/ protandri (Indranada 2006).
Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan koefisiensi pengairan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam menggerakkan air dan zat hara. Dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Dengan pemupukan berat, rupanya populasi yang lebih besar akan mendatangkan keefisienan penggunaan pupuk karena tercapainya keefisienan penggunaan cahaya (Isnaini 2006).
E.    N, P dan K Jaringan Tanaman
Jaringan merupakan kumpulan dari sel-sel yang mengandung protoplasma, dimana sel-sel tersebut memerlukan unsure hara terutama hara esensial untuk tumbuh dan berkembang. Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N, jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Kemas 2005).
Nitrogen akan meningkatkan kadar protein, sehingga N akan menaikkan kualitas biji dan menaikkan produksinya walaupun sedikit. Pemupukan N setelah berbunga merangsang penyusunan protein. Pemupukan N yang terlambat sering menaikkan kadar protein kasar biji dan juga glutelin serta promalin. Pemupukan N pada tanaman jagung terutama untuk menaikkan kadar prolamin yaitu zein dari biji jagung. Pada tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena pemupukan N yang tinggi atau pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutelin yaitu protein dengan lisin yang tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan nilai kualitasnya (Siradz 2007).
Aspek penting kesuburan tanah dalam hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode kekuranagn (stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman melalui proses difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung berkurang sesuai dengan penurunan kadar air tanah atau peningkatan stress/kekurangan air. Akan tetapi pengaruh kekurangan air terhadap serapan P tanaman dapat dikurangi dengan pemberian P yang tinggi (Lopulisa 2004).
Masing–masing metode pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan pertimbangan makin menyebar menyebabkan K makin banyak kontak dengan bahan-bahan tanah, dan kondisi ini sangat merugikan apabila pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan menfiksasi K tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada tempat tertentu (tugal atau alur) maka konsentrasi pada bagian-bagian tertentu tinggi sebaliknya bagian lain sedikit. Terlalu banyak konsentrasi K dapat merusak tanaman muda atau perakaran, yang akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Suwarno 2003).
Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan. selain sangat mutlak di butuhkan, ia dengan mudah tidak dapat menyersediakan bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Larutan hara yang ada di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-sama. Pergerakan N di dalam tanah sulit untuk diamati, karena adanya proses transformasi yang tidak dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan nitrifikasi    (Sulaiman 2005).
F.        N, P, dan K Tersedia Tanah
Senyawa organik pada tanah yang terdiri dari Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) merupakan cara yang mudah dan cepat untuk mengatasi masalah kekurangan hara.Fungsi-fungsi bahan organik tanah ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan meningkatkan daya pulih tanah (Sudaryanto 2009).
Nitrogen adalah salah satu unsur hara utamayang sangat penting dalam seluruh proses biokimiadi tanaman. Di dalam tanah, sumber nitrogen adalahbahan organik, pupuk kandang, sisa tanaman yangterdekomposisi, fiksasi nitrogen biologis, air irigasi danpupuk anorganik. Kekurangannitrogen pada pembibitan seringkali membatasipertumbuhan dan kualitas bibit. Dalam sistem nutrisitanaman yang terintegrasi, kesehatan tanah yangberhubungan dengan ketersediaan nitrogen dapatdicapai dengan menyeimbangkan input sumbernitrogen dari pupuk anorganik dan dari mikroorganisme pemfiksasi nitrogen (Reginawanti dan Tualar 2004).
Fosfor adalah salah satu mineral makro. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat. Di dalam bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik. Sebagian besar fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya di bagian atas duodenum yang bersifat kurang alkalis 70% yang dicerna akan diserap (Almatsier 2001).
Dosis pemberian K yang meningkat dapat mening-katkan serapan K secara nyata. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan K pada tanah, dengan bertam-bahnya dosis K yang diberikan. Jumlahkalium yang diserap oleh tanaman ditentukan oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi kalium dalam larutan tanah. Makin tinggi konsentrasi kalium tanah makin tinggi serapan kalium tanaman. Pemberian pupuk kalium akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi kalium dalam tanah sehingga akan meningkatkan serapan kalium tanaman (Silahooy 2008).
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang (Zainal 2011).
G.      Bahan Organik
Bahan organik adalah bahan dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi faktor  biologi, kimia dan fisika. Bahan organik tanah adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hanafiah 2005).
Bahan organik tanah merupakan suatu sistem yang komplek dan dinamis. Bahan organik berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dipengaruhi faktor biologi, fisika dan kimia tanah. Bahan organik memiliki  peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung  tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan  tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya  kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah penting (Indrasari 2006).
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian 2007).
Mikro flora dan fauna tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi. Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson 2002).
Senyawa-senyawa ini di dalam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat (seperti suksinat, ciannamat, fumarat) hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap pertumbuhan tanaman.Sejumlah unsur hara seperti N, P, S, Mo, Cu, Zn, dan B mungkin terkandung dalam bahan organik tanah. Sebagai akibatnya, ketersediaannya tergantung pada proses dekomposisi bahan organik.Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar pertikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik  terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi penebalan struktur gumpal kasar yang kuat menjadi struktur yang lebih halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Stevenson 2002).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan membentuk kompleks lempung logam-humus. Tanah yang kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjaid keras, kompak dan bergumul, sehingga menjadi kurang produktif. Pada tanah pasiran, bahan organik dapat diharapkan mengubah struktur tanah dari butiran tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar                 (Seholes et al. 2004).
Pengaruh bahan organik terhadap salah satu sifat fisika tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak berisi bahan padat yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagi pori kapiler, pori meso dikenal sebagi pori drianase lambat, dan pori makro dikenal sebagai pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori makro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata airyang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yangberukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air. Penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menentukan berat volume tanah     (Wiskandar 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organikdi tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan persediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Seholes et al. 2004).
Kualitas dan kuantitas input bahan organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio kecil (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan organik dengan C/N besar(>25) maka mendorong mobilisasi, penentuan humus, akumulasi bahn organik dan peningkatan struktur tanah. input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat dekomposisi (Supriyadi, 2008). Selain itu, input bahan organik dengan kandungan N dan P rendah akan mendorong pengurangan bahan organik dalam tanah setelah dekomposisi (Fontaine et al. 2004).
H.    Kapasitas Tukar Kation
Lengas tanah merupakan air yang terdapat dalam tanah yang terikat oleh berbagai kakas (matrik,osmosis, dan kapiler). Kakas ini meningkat sejalan dengan peningkatan permukaan jenis zarah dan kerapatan muatan elektrostatik zarah tanah. Tegangan lengas tanah juga menentukan beberapa banyak air yang dapat diserap tumbuhan. Bagian lengas tanah yang tumbuhan mampu menyerap dinamakan air ketersediaan (Notohadiprabowo 2006).
Lengas tanah merupakan salah satu faktor penting dalam pembudidayaan benih yang sehat. Apabila kadar lengas di suatu tempat telah diketahui, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk membuat peraga atau prediksi tentang potensi hasil panen, kemungkinan irigasi, run off, evaporasi rata-rata, erosi, kualitas air, bahkan potensi terjadinya banjir. Manfaat terpenting lengas tanah adalah untuk memprediksikan terjadinya kekeringan (Chris 2004).
Penanaman menurut kontur adalah salah satu upaya untuk meningkatkan penyerapan air. Penyerapan ini dilakukan oleh tanaman dan  pengikatan lengas oleh tanah tinggi. Upaya yang dilakukan termasuk dalam sistem usaha tani berwawasan lingkungan       (Susanto 2002).
Kapasitas pertukaran kation (KPK) menyatakan bahwa ion-ion aluminium  mampu untuk menukargantikan dengan ion-ion kalsium, magnesium, kalium dan natrium dalam larutan. Sumber muatan koloid tanah terdiri dari muatan permanen (permanent charge) dan muatan tergantung pH atau muatan variabel (pH dependent charge atau variable charge). Ketersediaan hara dipengaruhi oleh dinamika hara atau proses jerapan dan pelepasan hara tersebut yang semuanya dikendalikan oleh koloid liat tanah. Besarnya jerapan kation atau anion oleh koloid tanah tergantung dari luas permukaan koloid tanah. Semakin luas permukaan koloid maka semakin banyak ion yang dapat dijerap. Luas permukaan mineral liat tipe 2:1 sekitar 700-800 m (Nursyamsi, Suprihati, 2005). Contohnya, 1 mol ion K akan mempunyai ion positif yang sama dengan 1 mol Na+, NH4+, atau H+, sedangkan 1 mol Ca2+, Mg2+, atau Fe2+ mempunyai muatan dua kalinya dan Al3+ mempunyai muatan tiga kalinya ion monovalen. Kemudian bila muatan negatif pada 1 kg tanah dapat diimbangi oleh 1 mol K+ maka tanah tersebut dapat diimbangi oleh 0.05 mol Ca2+ atau 0.091 mol Al3+. Akibat perbedaan-perbedaan muatan pada kation-kation tersebut, KPK biasanya dinyatakan dalam satuan miliequivalen (Laren dan Kameron 2000).
Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi terutama didekat permukaan liat yang berukuran seperti koloida dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel dapat mempunyai beribu-ribu muatan negatif yang dinetralisir oleh kation yang diarbsorbsi. Pertukaran misel yang bermuatan negatif membentuk satu ikatan selama muatan negatif ada dan dimana terdapat satu kekuatan tarik menarik yang kuat terhadap kation. Kation menetralkan permukaan muatan negatif. Kation dapat ditukar, dihidrasi atau ditarik selain molekul dan air hidrasi berpindah (Buringh 2003).
I.       Kadar Lengas Tanah
Kation adalah ion bermuatan positif seperti : Ca 2+, Mg 2+, Na+,  NH4 +,H+ dan Al3+. Di dalam tanah  kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau terjerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam  milliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (per 100 gr) dinamakan Kapasitas  Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK adalah me 100 gr-1 (Hardjowigeno 2003).
Penurunan KTK tanah gambut terjadi karena terbentuknya kompleks organo-kation antara asam-asam organik dengan metal dari raw mix semen (Al dan Fe) dalam tanah gambut. Pemberian raw mix semen mengakibatkan terjadinya proses pembentukan senyawa kompleks organo-kation yang mengakibatkan kation-kation terikat kuat sehingga sukar dipertukarkan. Pada tanah gambut asam-asam organik mampu mengkompleks ion-ion logam, khususnya logam transisi seperti Al, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Ikatan kation yang berasal dari raw mix semen dengan asam-asamorganik yang berasal dari proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang terdapat pada M-Bio merupakan ikatan kovalen yang kuat sehingga sukar dipertukarkan dibandingkan dengan ikatan elektron dalam adsorpsi dan pertukaran kation-kation basa (Sutanto 2002).
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik (liat)             (Hanafiah 2005).
Pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar tanaman sebagai hasil proses-proses metabolisme oleh akar, dan seringkali melawan gradien aktifitas disebut sebagai absorbsi aktif. Absorpsi pasif adalah pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar tanaman sebagai hasil difusi sepanjang gradien aktifitas. Adsorpsi merupakan suatu proses dimana atom-atom, molekul-molekul, atau ion-ion dijerap oleh permukaan benda padat melalui ikatan fisika atau kimia, yaitu penjerapan kation oleh mineral-mineral bermuatan negatif. Adsorpsi isothermik memperlihatkan suatu grafik jumlah dari suatu unsur kimia yang terikat pada kompleks penjerapan, pada suatu suhu tertentu, dan merupakan fungsi konsentrasi unsur dalam larutan yang berada dalam keadaan kesetimbangan dalam kompleks tersebut (Novizan 2005).

Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).  Oleh karena itu, Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah (Rosmarkam dan Yuwono 2002).


DAFTAR PUSTAKA


Almatsier S 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amini 2010. Tanah Alfisol. www.iptek.net.id. Diakses pada Hari Minggu, 28 April 2014 pukul 12.50 WIB.
Baskoro, Dwi Putro Tejo dan Henry D. Manurung 2005. Pengaruh Metode Pengukuran dan Waktu Pengayakan Basah Terhadap Nilai Indeks Stabilitas Agregat Tanah. Jurnal of Soil and Environment Vol 7 No.2: 54-57
Buckman H O, Brady N C 2001. Ilmu Tanah. Bharat Karya Aksara. Jakarta.
Buringh 2003. Introduction to The Study of Soil in Tropical and Subtropical Regions. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.
Darmawijaya, M Isa 2000. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Fontaine, S., G., Bardoux, L. Abbadie, and Mariotti 2004. Carbon Input to Soil May Decrease Carbon Content. Ecology Letters, 7: 314-320
Foth, H.D 2005 . Dasar – Dasar Ilmu Tanah . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Hanafiah 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S 2004. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis 2. Jakarta : Akapress.
Hardjowigeno 2003. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis. Jakarta : Akapress.
Herujito 2006. Dasar-dasar Kimia Tanah. UGM Press. Yogyakarta.
Indranada, H.K 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Jakarta: PT Bina Aksara
Isnaini M 2006. PertanianOrganik. Yogyakarta: PenerbitKreasiWacana
Jumin, Basri 2002. Agronomi. Erlangga. Surabaya.
Kemas 2005. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Kurnia Undang, dan Manik L. 2006. Sifat Fisika Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor.
Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo Persada.Jakarta.
Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo Persada.Jakarta.
Laren, R. G., dan K. C. Cameron 2000. Soil Science, an Intruduction to the Properties and Management of New Zealand Soils. Oxford University Press, Melbourne.
Manik, K. E. S., Afandi, dan Sukarno 2007. Karakteristik Fisika Tanah pada Perkebunaan Nanas yang Diolah Sangat Intensif di Lampung Tengah. Jurnal Tanah Tropika No 7 (8): 1 – 6
Marto Aminaton, Kasim Fauziah, Yusof Khairul Nizar Moh 2002. Mineralogi, mikrostruktur dan komposisi kimia tanah baki granit semenanjung Malaysia. Jurnal Kejuruteraan Awam (Journal of Civil Engineering) Vol. 14 No. 1.
Muhfandi 2011. Unsur N dalam Pupuk Urea. www.pusri.wordpress.com. Diakses pada Minggu, 28 April 2014.
Munir 2002. Tanah-tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka. Jakarta.
Novizan 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka, Tangerang
Nursyamsi Dedi, Suprihati 2005. Soil Chemical and Mineralogical Characteristics and Its Relationship with The Fertilizers Requirement for Rice (Oryza sativa), Maize (Zea mays) and Soybean (Glycine max)
Poerwowidodo 2000. Metode Selidik Tanah. Usana Offset. Surabaya
Purwono 2005. MorfologiTumbuhan. Singaraja :Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Reginawanti dan Tualar 2004. Potensi Rezobakteri Azotobakter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia. Vol. 5. No. 2.
Rosmarkam dan Yuwono 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Jakarta: Kanisius.
Rosmarkam 2002.Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius . Yogyakarta.
Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A., Sanckez, JSI., Ingram and R. Dudal 2004. Soil Fertility Reasearch in Response to Demant for Suitainability. In the Biological Management of Tropical Soil Fertility Ctds Woomer, PI. And Swift, M. J. John Wiley & Sons, New York.
Silahooy 2008. Journal The Effect of KCl and SP-36 Fertilizer on Availibility and Sorption of Potassium and Yield of Ground Nut (ArachishypogaeaL.) in Brunizem Soil. Vol. 36. No. 2.
Siradz et al 2007. Kuantitas dan variasi nitrogen tersedia pada tanah setelah penebangan hutan. Jurnal  Tanah Trop. 8:215-226
.
Stevenson, F. T 2002. Humus Chemistry. John Wiley & Sons, New York.
Sudaryanto 2009. Lengas Tanah.www.iptek.net.id.Diakses pada hari Jumat tanggal 28 April 2014.
Suharta, N. , D. subardja dan B. H. Prasetyo 2008. Karakteristik tanah – tanah berkembang dari batuan granit di Kalimantan Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No 6: 51 – 60.
Sutanto, Rachman 2002. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Sutejo 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta : Rineka Cipta.
Suwarno 2003. Kesuburan Tanah. Bogor : Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tusi 2009. Aplikasi irigasi defisit pada tanaman jagung. Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009.
Warisno 2005. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta : Kanisius
Wiskandar 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di Lahan Kritis yang Telah Diteras. Kongres Nasional VII.
Zainal Arifin 2011. Bahan Organik. http://cms.1m-bio.com/bahan-organik/. Diakses pada hari Jumat tanggal 28 April 2014.

1 comment: