II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tanah
Alfisol
Alfisol
merupakan tanah-tanah di bawah permukaan horizon terdiri dari tumpukan liat dan
bersifat basa menengah sampai tinggi. Biasanya lembab untuk 20 hari berturut
turut selama masa suhu pertumbuhan tanaman. Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian,
rumput ternak, atau hutan. Tanah ini
mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, cadangan unsur
hara tinggi. Alfisol ditemukan di daerah-daerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan Alfisol di Jawa memerlukan
waktu 5000 tahun karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison
argilik. Alfisol terbentuk di bawah tegakan hutan
berdaun lebar (Hardjowigeno 2004).
Alfisol terbentuk
dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari
pleistosin. Di daerah dingin hampir
semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Di daerah basah bahan induk biasanya lebih
tua daripada di daerah dingin. Alfisol ditemukan banyak di zona iklim, tetapi yang utama adalah
di daerah beriklim sedang yang bersifat humid atau subhumid, dengan bahan induk
relative muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena
itu, alfisol adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral
tanah yang mudah lapuk, mineral liat kristal ini kaya akan unsur hara (Darmawijaya
2000).
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung
mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara.
Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi.
Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah.
Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci
kebawah bersama gerakan air perkolasi. Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon
okrik dan horizon albik seperti yang dimilki tanah entisol juga mempunyai
beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi
syarat bagi ordo tanah yang lain (Hardjowigeno 2004).
B. Pupuk
Cair, Pupuk Kandang, Urea, NPK, Pupuk SP
Pupuk cair
adalah suatu bahan hara berbentuk cairan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hara tanaman. Proses pembuatan pupuk pada umumnya dilakukan secara
anaerob (tanpa oksigen). Manfaat pupuk cair yaitu lebih mudah terserap oleh
tanaman karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara
terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap hara. Sehingga
ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman,
tapi juga di atas daun-daun. Cara
penggunaannya adalah dilarutkan terlebih dahulu dengan air kemudian
disemprotkan ke daun.
Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair
berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu memupuk tanaman, menyiram tanaman, mengobati
tanaman. Bahan Pupuk cair bisa dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur
yang mudah atau bisa terurai di dalam air, misalnya pupuk hewan, daun-daunan
(terutama dari kacang-kacangan) dan kompos (Sutejo 2002).
Pupuk
kandang tergolong dalam kelompok pupuk organik yang berasal dari sisa (kotoran)
hewan. Pupuk kandang bermanfaat untuk kesuburan tanah, apabila dipelihara
dengan baik, tetapi juga sering mengandung benih hama penyakit dan gulma. Nilai
pupuk kandang ditentukan oleh kandungan unsur hara dan tingkat pelapukannya.
Sebelum dimanfaatkan tanaman, pupuk kandang terlebih dulu mengalami proses
mineralisasi dan humifikasi dengan bantuan mikrobia pengurai. Keuntungan
pemakaian pupuk kandang adalah dapat memperbaiki kesuburan fisika tanah melalui
perubahan struktur dan permeabilitas tanah serta dapat meningkatkan kegiatan
mikrobia tanah yang berarti meningkatkan kesuburan biologis. Efek kelebihan
pupuk kandang akan menimbulkan pencemaran nitrat, dan amonia sehingga
menyebabkan eutrofikasi (Jumin 2002).
Pupuk kandang
dapat diartikan sebagai semua produk buangan dari hewan ternak yang dapat
digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.
Apabila dalam memelihara ternak diberi alas sekam pada ayam, jerami pada sapi,
kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan
disebut pupuk kandang pula. Berdasarkan sifatnya pupuk kandang dibagi menjadi
dua yaitu pupuk kandang padat dan cair. Pupuk kandang padat yaitu kotoran
ternak yang berupa padatan termasuk yang belum dikomposkan, sebagai sumber hara
N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah.
Sedangkan pupuk kandang cair merupakan bentukan cair dari kotoran hewan yang
masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan
dalam air dalam perbandingan tertentu. Pupuk kandang yang masih segar jika
dicampur dengan air dan dijadikan pupuk kandang cair memiliki kandungan hara
yang lebih baik dibanding dengan pupuk kandang padat (Suwarno 2003).
Pupuk urea adalah pupuk buatan senyawa kimia organik
dari CO(NH2)2, pupuk padat berbentuk butiran bulat kecil
(diameter lebih kurang 1 mm). Pupuk ini mempunyai kadar N 45%-46%. Urea larut
sempurna di dalam air, dan tidak mengasamkan tanah. Sifat urea lain yang tidak
menguntungkan adalah sangat higrokopis dan mulai menarik air dari udara pada
kelembaban nisbi 73 persen (Muhfandi
2011).
Kelebihan dari
pupuk NPK yaitu dengan satu kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur
sehingga lebih efisien dalam penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal.
Kelebihan lain yaitu menghemat
waktu, tenaga kerja, dan biaya pengangkutan. Penggunanan pupuk NPK dapat menjadi
solusi dan alternatif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno
2003).
Pupuk
SP atau SP36 merupakan pupuk fosfat yang berasal dari batuan fosfat yang
ditambang. Kandungan unsur haranya dalam bentuk P2O5 SP 36 adalah 46 % yang
lebih rendah dari TSP yaitu 36 %. Dalam air jika ditambahkan dengan ammonium
sulfat akan menaikkan serapan fosfat oleh tanaman. Namun kekurangannya dapat
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, lamban pemasakan dan produksi
tanaman rendah (Situmorang 2001).
C.
Kesuburan Tanah
Nitrogen
(N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman.
Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion dari dalam tanah. Kadar nitrogen
rata-rata dalam tanaman adalah 2%-4% berat kering. Dalam tanah kadar nitrogen
sangat bervariasi, tergantung pada pengelolaan dan penggunaan tanah tersebut.
Tanaman di lahan kering umumnya menyerap ion nitrat relative lebih besar jika dibandingkan
dengan ion anonium. Sumber utama
Nitrogen adalah nitrogen bebas di atmosfer, yang takarannya mencapai 78% dan
sisanya berasal dari senyawa-senyawa nitrogen yang tersimpan dalam jasad.
Nitrogen sangat jarang ditemui menjadi komponen pelican oleh karena wataknya
yang mudah larut air. Watak ini juga menjadikan endapan-endapan nitrogen yang
cukup banyak hanya ditemui di daerah beriklim kering dan itu pun terbatas
secara setempat. Fosfor
merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor
dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi
fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan . tanaman menyerap fosfor dalam bentuk
ion ortofosfat primer dan ion ortofosfat sekunder. Kalium merupakan hara utama ketiga
setelah N dan P. kalium mempunyai valensi satu dan diserap tanaman dalam bentuk
ion. Kalium tergolong dalam unsure yang mobile. Kalium jumlahnya sangat banyak
dalam tanah, namun kalium yang tersedia sangat sedikit karena mengalami
pencucian dan jerapan. Kalium biasanya bersumber dari batuan mineral primer
(Rosmarkam 2002).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan, terdiri
sebagian dari sisa dan sebagian dari pembentukan baru dari sisa tumbuhan dan
hewan. Bahan ini adalah sisa yang tidak statis yang mengalami serangan dari
jasad-jasad renik tanah. Karena itu bahan ini merupakan bahan transisi tanah
dan terus-menerus diperbaharui dengan penambahan sisa-sisa tumbuhan tingkat
tinggi. Bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit, kurang lebih hanya 3
sampaii 5 % dari berat tanah dalam top soil tanahmineral yang mewakili. Akan
tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan kehidupan jauh lebih besar
dibanding dengan kandungan yang rendah itu. Pertama, bahan organik berperan
sebagai pembentukan butir (granulator) dari butir-butir mineral, yang
menyebabkan terjadinya keadaan gembur pada tanah produktif. Disamping itu bahan
organik merupakan sumber pokok dari dua unsur utama, fosfor dan sulfur dan
merupakan satu-satunya sumber nitrogen (Buckman 2001).
Pengaruh terhadap sifat-sifat fisika tanah, bahan organik mendorong peningkatan
daya menahan air tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia untuk
kehidupan tumbuhan. Humus adalah kata yang digunakan bila berhubungan dengan
bahan organik yang telah mengalami perombakan secara ekstensif dan tanah sampai
perubahan jauh. Satu dari ciri-ciri yang khas dan sangat penting
dari humus adalah kandungan nitrogennya yang biasanya bervariasi dari 3 sampai
6 %, konsentrasi nitrogennya mungkin sering lebih rendah atau lebih tinggi. Dan
kandungan karbon umumnya kurang variasi dan diperkirakan menjadi 58 % (Foth 2005).
Pada akhirnya
bahan organik merupakan sumber tenaga yang utama untuk mikroorganisme dalam tanah. Tidak adanya bahan organik, aktivitas biokimia praktis terhenti.
Untuk mudahnya, organik itu dianggap terdiri dari dua golongan besar: (1)
jaringan asli dan jaringan yang sudah mengurai (terdekomposisi), (2) humus.
Jaringan asli tersebut meliputi tambahan yang selalu ada, terdiri dari sisa
akar, bagian atas dari tumbuhan tingkat tinggi yang hampir tidak mengalami
dekomposisi. Bahan ini menjadi sasaran penyerangan hebat oleh organisme tanah,
yaitu tumbuhan dan hewan yang menggunakan sumber tenaga dan bahan pembentuk
jaringan. Hasil penguraian ini lebih kokoh dan seperti agar-agar dibentuk oleh
mikroorganisme dan diubah jaringan tumbuhan asli, secara keseluruhan dikenal sebagai
humus. Bahan ini biasanya berwarna hitam atau coklat dan bersifat koloida. Daya
penahan air dan ion-ion hara jauh lebih besar daripada lempung, pasangannya
anorganik. Jumlah humus yang kecil saja, sangat memperbesar kemampuan tanah
untuk meningkatkan hasil tanaman (Manik 2007).
Kandungan
bahan organik terbukti berperan sebagai faktor kunci utama yang mampu
mengendalikan mutu tanah secara kimia, fisika dan biologi. Secara kimia, komposisi bahan organik (yang
dianalisis dengan 13C NMR) adalah cukup kompleks dengan berbagai
gugusan, seperti : Alkil, N-alkil, O-Alkil, Acetat, Aromatik, Fenolik,
Karboksil. Selain itu, pengaruh bahan organik
terhadap kimia tanah adalah dapat menurunkan pH tanah karena bertindak sebagai
donor proton, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk khelat kompleks
karena mempunyai gugus karboksil dan fenolik bermuatan negative, dapat
meningkatkan KTK karena memberikan muatan negative dan dapat sebagai sumber
hara bagi tanaman dari hasil mineralisasi (Kurnia 2006).
Pertukaran
kation adalah pertukaran antara satu kation dalam satu larutan dan kation lain
pada permukaan dari setiap permukaan dari bahan yang aktif. Semua komponen
tanah mendukung perluasan tempat pertukaran kation tetapi pertukaran kation
pada sebagian besar tanah dipusatkan sesuai dengan liat dan bahan organik .Kapasitas
pertukaran kation merupakan ekspresi jumlah tapak penyerapan kation per satuan
bobot tanah. Kapasitas ini di definisikan sebagai jumlah keseluruhan kation
terserap yang dipertukarkan, yang dinyatakan dalam miliekuivalen per seratus
gram tanah kering oven (Foth 2005).
Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam
suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin
yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim
diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai
absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang. Suatu
resin umum yang lazim ialah resin “8%
terhubung silang” yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8%. Resin-resin itu
dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun
ukuran–ukuran lain juga tersedia (Suharta 2008).
Ion H+ dalam tanah dapat berada dalam keadaan terjerap.
Ion H+ yang terjerap menentukan kemasaman aktif atau aktual kemasaman potensial
dan aktual secara bersama menentukan kemasaman total. pH yang diukur pada
suspensi tanah dalam larutan garam netral (misal KCl) menunjukan kemasaman
total oleh karena K+ dapat melepaskan H+ yang terjerap dengan mekanisme
pertukaran ion (Baskoro 2005).
Kelengasan
tanah adalah keadaan yang memerikan volume air (cairan) yang tertahan dalam
pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya saling
tindak antara massa air dengan zarah tanah (adhesi) dan massa air (kohesi). Adanya berbagai aras saling tindak ini
menjadikan dalam suatu sistem tanah ditemui aneka keadaan lengas
tanah. Salah satu gatra penting dalam pemerian keadaan
lengas tanah adalah mengetahui jumlah air yang dapat disekap oleh sistem tanah dan dipasokkan ke tanaman pada berbagai titik keseimbangan atau
tetapan lengas. Beberapa tetapan lengas
yang dicoba untuk memerikan gatra tanah adalah : koefisien higroskopis, air
kapiler, titik layu permanent, dan kapasitas lapang (Purwowidodo 2000).
Keadaan air
dalam tanah pada kapasitas lapang adalah jumlah prosentase kandungan setelah
air gravitasi (kakas berat) menurun sama sekali. Tanah yang jenuh air karena hujan lebat atau
irigasi, dibiarkan selama 48 jam. Pada
keadaan tersebut tanah mengandung air yang terbanyak dibutuhkan tanaman, dimana
pori makro terisi oleh udara tanah sedangkan pori lainnya oleh air yang
tersedia tadi (Herujito 2006).
D. Tanaman Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim
determinat, dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh
pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk
pertumbuhan generative. Secara Morfologis perakaran jagung saat kecambah adalah
akar radikal . Pada pertumbuhan selanjutnya, akar te rsebut digantikan oleh
akar lateral. Sejenis akar udara akan tumbuh dari buku kedua atau ketiga di
atas permukaan tanah oada saat tanaman berumur lebih dari 5 minggu yang berfungsi untuk menyangga batang agar
tidak rebh , selai membantu dalam penyerapan air dan hara bila akar ini
menembus tanah. Malai bunga jantan biasanya muncul pada umur 40- 50 hst , lalu
diikuti bunga betina 1-3 hari kemudian. Pembungaan dan penyerbukan akan
terganggu bila terjadi kekeringan dan akibatnya produksi menurun. Jagung
tergolong tanaman yang menyerbuk silang. Terdapat beberapa jenis jagung yang ditananm
di Indonesia mulai dari dent corn (jagung gigi kuda – Zea mays indentata ) ,
flint corn (jagung mutiaraindurata – Zea Mays ) , pop corn (jagung berondong –
Zea Mays everta), sweet corn (jagung manis – Zea mays saccharata).
Pada praktikum kali ini yang kami
gunakan adalah jagung manis dengan tingkat takson sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays saccharata.
(Tusi 2009)
Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus. Namun, beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung
diantaranya pH tanah 5,6 -7,5 dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat ditanamai
jagung, antara lain andosol, latosol, grumosol, tanah berpasir dan yang terbaik adalah tanah dengan tekstur
lempung berdebu (latosol). Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung
maksimum 8% karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Iklim yang
dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim
sedang hinddda daerah beriklim topis basah. Pada lahan yang tidak beririgasi ,
pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah huan ideal yaitu sekitar 85-200
mm/bulan secara merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji, tanaman jagung
perlu medapatkan cukup air (Warisno 2005).
Pertumbuhan tanaman jagung juga sanagat memerlukan
sinar matahari. Tanamn jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat.
Selain itu biji yang dihasilkan kurang baik, bahkan buahnya tidak dapat
terbentuk . Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34oC.
Namun, bagi pertumbuhan tanaman jagung yang ideal memerlukan suhu optimum
antara 23-27oC . Saat proses perkecambahan, benih jagung memerlukan
suhu yang cocok sekitar 30oC (Purwono
2010).
Tanaman jagung tidak akan memberikan hasil maksimal
manakala unsur hara yang diperlukan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat
meningkatkan hasil panen secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemberian pupuk
nitrogen merupakan kunci utama dalam usaha meningkatkan produksi. Pemberian
pupuk kalium dan phospat bersama-sama dengan nitrogen memberikan hasil yang
lebih baik. Tanaman kekurangan unsur N akan nampak kerdil, warna daun menjadi
kekuning-kuningan, buah terbentuk sebelum waktunya dan tidak sempurna. Tanaman
kekurangan P terlihat saat tanaman masih muda, daunnya berwarna ungu dan
berubah hijau kembali jika tanaman mendapatkan cukup phospat kembali. Tanaman
kekurangan K seolah-olah layu, tepi daun menjadi kekuning-kuningan kemudian
berubah menjadi kecoklat-coklatan
(Rosmarkam 2002).
Pemberian pupuk urea 400 kg/ha memberikan hasil lebih
baik dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis, ini
nampak pada batang lebih besar, tongkol lebih panjang dan besar serta jumlah
biji per rumpun lebih banyak. Populasi satu tanaman tiap rumpun diperoleh hasil
lebih baik. Penambahan populasi tanaman (tiga tanaman) tiap rumpun secara nyata
menurunkan hasil jagung manis baik kualitas maupun kuantitas. Penambahan pupuk
urea pada populasi 2-3/rumpun tidak meningkatkan jumlah biji/tongkol (Lopulisa 2004).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang
terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki
struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut
floret. Pada jagung, dua
floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di
bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari
berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol
tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman
hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah
bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu
tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung
cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya/
protandri (Indranada 2006
).
Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman dan
koefisiensi pengairan cahaya, juga mempengaruhi kompetisi antara tanaman dalam
menggerakkan air dan zat hara. Dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Dengan
pemupukan berat, rupanya populasi yang lebih besar akan mendatangkan
keefisienan penggunaan pupuk karena tercapainya keefisienan penggunaan cahaya (Isnaini 2006).
E. N, P dan K Jaringan Tanaman
Jaringan merupakan kumpulan dari sel-sel yang
mengandung protoplasma, dimana sel-sel tersebut memerlukan unsure hara terutama
hara esensial untuk tumbuh dan berkembang. Bersama unsur fosfor (P) dan kalium
(K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman.
Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N, jauh lebih rendah dari kandungan C yang
berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan
khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3-
dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Kemas 2005).
Nitrogen akan meningkatkan
kadar protein, sehingga N akan menaikkan kualitas biji dan menaikkan produksinya walaupun sedikit. Pemupukan N
setelah berbunga merangsang penyusunan protein. Pemupukan N yang terlambat
sering menaikkan kadar protein kasar biji dan juga glutelin serta promalin.
Pemupukan N pada tanaman jagung terutama untuk menaikkan kadar prolamin yaitu
zein dari biji jagung. Pada tanaman padi, pengaruh pupuk N agak berbeda karena
pemupukan N yang tinggi atau pemupukan terlambat akan meningkatkan kadar glutelin
yaitu protein dengan lisin yang tinggi. Untuk tanaman padi, pemupukan N ini
menaikkan protein biji padi tanpa menurunkan nilai kualitasnya (Siradz 2007).
Aspek penting kesuburan
tanah dalam hubungannya dengan P adalah serapan P oleh tanaman selama periode
kekuranagn (stress) air, karena sebagian besar P yang diserap oleh tanaman
melalui proses difusi menunjukkan bahwa serapan P oleh kecambah jagung
berkurang sesuai dengan penurunan kadar air tanah atau peningkatan
stress/kekurangan air. Akan tetapi pengaruh kekurangan air terhadap serapan P
tanaman dapat dikurangi dengan pemberian P yang tinggi (Lopulisa 2004).
Masing–masing metode
pemberian pupuk K ada kelebihannya dengan pertimbangan makin menyebar
menyebabkan K makin banyak kontak dengan bahan-bahan tanah, dan kondisi ini
sangat merugikan apabila pada tanah-tanah yang mempunyai kemampuan menfiksasi K
tinggi. Sedangkan apabila pemberian pada tempat tertentu (tugal atau alur) maka
konsentrasi pada bagian-bagian tertentu tinggi sebaliknya bagian lain sedikit.
Terlalu banyak konsentrasi K dapat merusak tanaman muda atau perakaran, yang
akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Suwarno 2003).
Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara
yang bermuatan. selain sangat mutlak di butuhkan, ia dengan mudah tidak dapat menyersediakan bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui
proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi
NO3- menjadi N2, volatilisasi NH4+
menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat atau dikonsumsi
oleh mikroorganisme tanah. Larutan
hara yang ada di dalam tanah
bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun
mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-sama. Pergerakan N di
dalam tanah sulit untuk diamati, karena adanya proses transformasi yang tidak
dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan nitrifikasi (Sulaiman 2005).
F.
N, P,
dan K
Tersedia Tanah
Senyawa organik pada
tanah yang terdiri dari
Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) merupakan cara yang mudah dan cepat
untuk mengatasi masalah kekurangan hara.Fungsi-fungsi bahan organik tanah
ini saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai contoh bahan organik tanah
menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang juga dapat meningkatkan
dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan
meningkatkan daya pulih tanah (Sudaryanto 2009).
Nitrogen
adalah salah satu unsur hara utamayang sangat penting dalam seluruh proses
biokimiadi tanaman. Di dalam tanah, sumber nitrogen adalahbahan organik, pupuk
kandang, sisa tanaman yangterdekomposisi, fiksasi nitrogen biologis, air
irigasi danpupuk anorganik. Kekurangannitrogen pada pembibitan seringkali
membatasipertumbuhan dan kualitas bibit. Dalam sistem nutrisitanaman yang
terintegrasi, kesehatan tanah yangberhubungan dengan ketersediaan nitrogen
dapatdicapai dengan menyeimbangkan input sumbernitrogen dari pupuk anorganik
dan dari mikroorganisme pemfiksasi nitrogen (Reginawanti dan Tualar 2004).
Fosfor adalah
salah satu mineral makro. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam
tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh
terdapat sebagai garam kalsium fosfat. Di dalam bahan pangan, fosfor terdapat
dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan
fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik. Sebagian besar
fosfor diserap tubuh dalam bentuk anorganik, khususnya di bagian atas duodenum
yang bersifat kurang alkalis 70% yang dicerna akan diserap (Almatsier 2001).
Dosis pemberian
K yang meningkat dapat mening-katkan serapan K secara nyata. Hal ini
berhubungan dengan ketersediaan K pada tanah, dengan bertam-bahnya dosis K yang
diberikan. Jumlahkalium yang diserap oleh tanaman ditentukan oleh beberapa
faktor termasuk konsentrasi kalium dalam larutan tanah. Makin tinggi
konsentrasi kalium tanah makin tinggi serapan kalium tanaman. Pemberian pupuk
kalium akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi kalium dalam tanah sehingga
akan meningkatkan serapan kalium tanaman (Silahooy 2008).
Bahan organik
merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh
bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa
mencemari tanah dan air. Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari
sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan
pembentukan kembali. Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan
menjadi mangsa serangan jasad mikro. Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah
terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan
sisa-sisa tanaman atau binatang (Zainal 2011).
G.
Bahan Organik
Bahan organik adalah bahan dari
tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis yang bersumber dari sisa
tanaman atau binatang yang terdapat dalam tanah yang terus menerus mengalami
perubahan bentuk karena dipengaruhi faktor
biologi, kimia dan fisika. Bahan
organik tanah adalah semua senyawa organik yang terdapat dalam tanah, termasuk
serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik
terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hanafiah 2005).
Bahan organik tanah merupakan suatu sistem yang komplek dan dinamis. Bahan organik berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi
dipengaruhi
faktor biologi, fisika dan kimia tanah. Bahan organik memiliki peran
penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik
tanah menurun, kemampuan tanah dalam
mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu
bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Kerusakan tanah merupakan masalah
penting
(Indrasari 2006).
Bahan organik merupakan sumber
energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah
akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat,
terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan
organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam dekomposisi bahan organik
adalah fungi, bakteri dan aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna
tanah juga berperan dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong
dalam protozoa, nematoda, Collembola, dan cacing tanah. Fauna tanah ini
berperan dalam proses humifikasi dan mineralisasi atau pelepasan hara, bahkan
ikut bertanggung jawab terhadap pemeliharaan struktur tanah (Tian 2007).
Mikro flora dan fauna tanah saling
berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, kerena bahan organik menyediakan
energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai sumber energi.
Pengaruh positip yang lain dari penambahan bahan organik adalah pengaruhnya
pada pertumbuhan tanaman. Terdapat senyawa yang mempunyai pengaruh terhadap
aktivitas biologis yang ditemukan di dalam tanah adalah senyawa perangsang
tumbuh (auxin), dan vitamin (Stevenson 2002).
Senyawa-senyawa ini di dalam tanah
berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, kompos, sisa tanaman dan juga
berasal dari hasil aktivitas mikrobia dalam tanah. Di samping itu, diindikasikan
asam organik dengan berat molekul rendah, terutama bikarbonat
(seperti suksinat, ciannamat, fumarat)
hasil dekomposisi bahan organik, dalam konsentrasi rendah dapat mempunyai sifat
seperti senyawa perangsang tumbuh, sehingga berpengaruh positip terhadap
pertumbuhan tanaman.Sejumlah unsur hara seperti N, P, S, Mo, Cu, Zn, dan B
mungkin terkandung dalam bahan organik tanah. Sebagai akibatnya,
ketersediaannya tergantung pada proses dekomposisi bahan organik.Bahan organik tanah merupakan salah satu
bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar
pertikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah sehingga bahan organik
penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik
terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlukan.
Pada tanah lempung yang berat, terjadi penebalan struktur gumpal kasar yang
kuat menjadi struktur yang lebih halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur
sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Stevenson 2002).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat
dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan membentuk
kompleks lempung logam-humus. Tanah yang kandungan humusnya semakin berkurang,
maka lambat laun tanah akan menjaid keras, kompak dan bergumul, sehingga
menjadi kurang produktif. Pada
tanah pasiran, bahan organik dapat diharapkan mengubah struktur tanah dari
butiran tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur
dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang
atau kasar (Seholes et al. 2004).
Pengaruh bahan organik terhadap salah
satu sifat fisika tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas
tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak berisi bahan padat
yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori
mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagi pori
kapiler, pori meso dikenal sebagi pori drianase lambat, dan pori makro dikenal
sebagai pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro
sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori makro
drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam
tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata airyang baik.
Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori
yangberukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan
kemampuan menahan air. Penambahan
bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan
menentukan berat volume tanah (Wiskandar 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap
peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga
berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. penambahan bahan organik akan
meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah
untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan
kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan
organikdi tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang,
akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya
pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan
persediaan air untuk pertumbuhan tanaman (Seholes et
al. 2004).
Kualitas dan kuantitas input bahan
organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat organik
dengan C/N rasio kecil (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat,
sebaliknya pada bahan organik dengan C/N besar(>25) maka mendorong
mobilisasi, penentuan humus, akumulasi bahn organik dan peningkatan struktur
tanah. input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat
dekomposisi (Supriyadi, 2008). Selain itu, input bahan organik dengan kandungan
N dan P rendah akan mendorong pengurangan bahan organik dalam tanah setelah
dekomposisi (Fontaine et al. 2004).
H.
Kapasitas Tukar Kation
Lengas tanah merupakan air yang
terdapat dalam tanah yang terikat oleh berbagai kakas (matrik,osmosis, dan
kapiler). Kakas ini meningkat sejalan dengan peningkatan permukaan jenis zarah
dan kerapatan muatan elektrostatik zarah tanah. Tegangan lengas tanah juga
menentukan beberapa banyak air yang dapat diserap tumbuhan. Bagian lengas tanah
yang tumbuhan mampu menyerap dinamakan air ketersediaan (Notohadiprabowo 2006).
Lengas tanah merupakan salah satu
faktor penting dalam pembudidayaan benih yang sehat. Apabila kadar lengas di
suatu tempat telah diketahui, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk
membuat peraga atau prediksi tentang potensi hasil panen, kemungkinan irigasi,
run off, evaporasi rata-rata, erosi, kualitas air, bahkan potensi terjadinya
banjir. Manfaat terpenting lengas tanah adalah untuk memprediksikan terjadinya
kekeringan (Chris 2004).
Penanaman menurut kontur adalah salah
satu upaya untuk meningkatkan penyerapan air. Penyerapan ini dilakukan oleh
tanaman dan pengikatan lengas oleh tanah
tinggi. Upaya yang dilakukan termasuk dalam sistem usaha tani berwawasan
lingkungan (Susanto 2002).
Kapasitas
pertukaran kation (KPK) menyatakan bahwa ion-ion aluminium mampu untuk
menukargantikan dengan ion-ion kalsium, magnesium, kalium dan natrium dalam
larutan. Sumber muatan koloid tanah terdiri dari muatan permanen
(permanent charge) dan muatan tergantung pH atau muatan variabel (pH dependent
charge atau variable charge). Ketersediaan hara dipengaruhi oleh dinamika hara
atau proses jerapan dan pelepasan hara tersebut yang semuanya dikendalikan oleh
koloid liat tanah. Besarnya jerapan kation atau anion oleh koloid tanah
tergantung dari luas permukaan koloid tanah. Semakin luas permukaan koloid maka
semakin banyak ion yang dapat dijerap. Luas permukaan mineral liat tipe 2:1
sekitar 700-800 m (Nursyamsi, Suprihati, 2005). Contohnya, 1 mol ion K akan mempunyai ion positif
yang sama dengan 1 mol Na+, NH4+, atau H+,
sedangkan 1 mol Ca2+, Mg2+, atau Fe2+ mempunyai muatan dua kalinya dan Al3+ mempunyai muatan tiga kalinya ion
monovalen. Kemudian bila muatan negatif pada 1 kg tanah dapat diimbangi oleh 1
mol K+ maka tanah
tersebut dapat diimbangi oleh 0.05 mol Ca2+ atau 0.091 mol Al3+. Akibat
perbedaan-perbedaan muatan pada kation-kation tersebut, KPK biasanya dinyatakan
dalam satuan miliequivalen (Laren dan Kameron 2000).
Reaksi
tukar kation dalam tanah terjadi terutama didekat permukaan liat yang berukuran
seperti koloida dan partikel-partikel humus yang disebut misel. Setiap misel
dapat mempunyai beribu-ribu muatan negatif yang dinetralisir oleh kation yang
diarbsorbsi. Pertukaran misel yang bermuatan negatif membentuk satu ikatan
selama muatan negatif ada dan dimana terdapat satu kekuatan tarik menarik yang
kuat terhadap kation. Kation menetralkan permukaan muatan negatif. Kation dapat
ditukar, dihidrasi atau ditarik selain molekul dan air hidrasi berpindah (Buringh 2003).
I.
Kadar Lengas Tanah
Kation
adalah ion bermuatan positif seperti : Ca
2+, Mg 2+, Na+, NH4 +,H+
dan Al3+. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air
tanah atau terjerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation
(dalam milliekivalen) yang dapat dijerap
oleh tanah per satuan berat tanah (per
100 gr) dinamakan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Kation-kation yang
telah dijerap oleh koloid tersebut sulit tercuci air gravitasi, tetapi dapat
digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, hal ini yang
dinamakan pertukaran kation. Satuan KTK
adalah me 100 gr-1 (Hardjowigeno 2003).
Penurunan KTK tanah gambut terjadi karena
terbentuknya kompleks organo-kation antara asam-asam organik dengan metal dari raw mix semen (Al dan Fe) dalam tanah
gambut. Pemberian raw mix semen mengakibatkan terjadinya proses pembentukan
senyawa kompleks organo-kation yang mengakibatkan kation-kation terikat kuat
sehingga sukar dipertukarkan. Pada tanah gambut asam-asam organik mampu mengkompleks ion-ion
logam, khususnya logam transisi seperti Al, Fe, Cu, Zn, dan Mn. Ikatan kation yang berasal dari raw mix semen dengan asam-asamorganik
yang berasal dari proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang terdapat pada M-Bio merupakan
ikatan kovalen yang kuat sehingga sukar dipertukarkan dibandingkan dengan ikatan elektron dalam
adsorpsi dan pertukaran kation-kation basa (Sutanto 2002).
KTK
koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation
yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan
negatif.Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK
koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai
dengan 300 me/100 g.KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah
jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik
kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada
permukaan koloid anorganik (liat) (Hanafiah
2005).
Pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar
tanaman sebagai hasil proses-proses metabolisme oleh akar, dan seringkali
melawan gradien aktifitas disebut sebagai absorbsi aktif. Absorpsi pasif adalah pergerakan ion-ion dan air ke dalam akar tanaman sebagai hasil
difusi sepanjang gradien aktifitas. Adsorpsi
merupakan suatu proses dimana atom-atom, molekul-molekul, atau ion-ion dijerap
oleh permukaan benda padat melalui ikatan fisika atau kimia, yaitu penjerapan
kation oleh mineral-mineral bermuatan negatif. Adsorpsi isothermik
memperlihatkan suatu grafik jumlah dari suatu unsur kimia yang terikat pada
kompleks penjerapan, pada suatu suhu tertentu, dan merupakan fungsi konsentrasi
unsur dalam larutan yang berada dalam keadaan kesetimbangan dalam kompleks tersebut
(Novizan 2005).
Kation
adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah
atau dijerap oleh koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen)
yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 g)
dinamakan kapasitas tukar kation (KTK).
Oleh karena itu, Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid
tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation
lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran
kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan
kation-kation yang umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah (Rosmarkam dan
Yuwono 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S 2001. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amini 2010. Tanah Alfisol. www.iptek.net.id.
Diakses pada Hari Minggu, 28 April 2014 pukul 12.50 WIB.
Baskoro, Dwi Putro
Tejo dan Henry D. Manurung 2005. Pengaruh
Metode Pengukuran dan Waktu Pengayakan Basah Terhadap Nilai Indeks Stabilitas
Agregat Tanah. Jurnal of Soil and Environment Vol 7 No.2: 54-57
Buckman H O, Brady
N C 2001. Ilmu Tanah. Bharat Karya
Aksara. Jakarta.
Buringh 2003. Introduction to The Study of Soil in
Tropical and Subtropical Regions. Gadjah Mada University press, Yogyakarta.
Darmawijaya, M Isa
2000. Klasifikasi Tanah, Dasar Teori Bagi
Peneliti Tanah dan Pelaksanaan Pertanian di Indonesia. Penerbit Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Fontaine, S., G.,
Bardoux, L. Abbadie, and Mariotti 2004.
Carbon Input to Soil May Decrease Carbon Content. Ecology Letters, 7:
314-320
Foth, H.D 2005 . Dasar – Dasar Ilmu Tanah . Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hanafiah
2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Hardjowigeno, S
2004. Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis 2.
Jakarta : Akapress.
Hardjowigeno 2003.
Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis.
Jakarta : Akapress.
Herujito 2006. Dasar-dasar Kimia Tanah. UGM Press.
Yogyakarta.
Indranada, H.K
2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah.
Jakarta: PT Bina Aksara
Isnaini
M 2006. PertanianOrganik. Yogyakarta:
PenerbitKreasiWacana
Jumin, Basri 2002. Agronomi. Erlangga. Surabaya.
Kemas 2005. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah. Universitas
Lampung. Lampung.
Kurnia Undang, dan
Manik L. 2006. Sifat Fisika Tanah dan
Metode Analisisnya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Pertanian. Bogor.
Lopulisa 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Grafindo
Persada.Jakarta.
Lopulisa
2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT
Grafindo Persada.Jakarta.
Laren, R. G., dan
K. C. Cameron 2000. Soil Science, an
Intruduction to the Properties and Management of New Zealand Soils. Oxford
University Press, Melbourne.
Manik, K. E. S.,
Afandi, dan Sukarno 2007. Karakteristik
Fisika Tanah pada Perkebunaan Nanas yang Diolah Sangat Intensif di Lampung
Tengah. Jurnal Tanah Tropika No 7 (8): 1 – 6
Marto Aminaton,
Kasim Fauziah, Yusof Khairul Nizar Moh 2002. Mineralogi, mikrostruktur
dan komposisi kimia tanah baki granit semenanjung
Malaysia. Jurnal Kejuruteraan Awam (Journal of Civil
Engineering) Vol. 14 No. 1.
Munir 2002. Tanah-tanah Utama Indonesia. Dunia
Pustaka. Jakarta.
Novizan 2005.
Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT Agro Media Pustaka, Tangerang
Nursyamsi Dedi,
Suprihati 2005. Soil Chemical and
Mineralogical Characteristics and Its Relationship with The Fertilizers
Requirement for Rice (Oryza sativa), Maize (Zea mays) and Soybean
(Glycine max)
Poerwowidodo 2000. Metode Selidik Tanah. Usana Offset.
Surabaya
Purwono
2005. MorfologiTumbuhan. Singaraja :Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Reginawanti dan
Tualar 2004. Potensi Rezobakteri
Azotobakter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia.
Vol. 5. No. 2.
Rosmarkam
dan Yuwono 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.
Jakarta: Kanisius.
Rosmarkam 2002.Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius .
Yogyakarta.
Scholes, M.C.,
Swift, O.W., Heal, P.A., Sanckez, JSI., Ingram and R. Dudal 2004. Soil Fertility Reasearch in Response to
Demant for Suitainability. In the Biological Management of Tropical Soil
Fertility Ctds Woomer, PI. And Swift, M. J. John Wiley & Sons, New York.
Silahooy 2008. Journal The Effect of KCl and SP-36
Fertilizer on Availibility and Sorption of Potassium and Yield of Ground Nut
(ArachishypogaeaL.) in Brunizem Soil. Vol. 36. No. 2.
Siradz et al 2007.
Kuantitas dan variasi nitrogen tersedia
pada tanah setelah penebangan hutan. Jurnal
Tanah Trop. 8:215-226
.
Stevenson, F. T
2002. Humus Chemistry. John Wiley
& Sons, New York.
Sudaryanto 2009.
Lengas Tanah.www.iptek.net.id.Diakses pada hari
Jumat tanggal 28 April 2014.
Suharta, N. , D.
subardja dan B. H. Prasetyo 2008. Karakteristik
tanah – tanah berkembang dari batuan granit di Kalimantan Barat.
Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No 6: 51 – 60.
Sutanto, Rachman 2002. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan
Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius
Sutejo 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Suwarno 2003. Kesuburan Tanah. Bogor : Departemen Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Tusi 2009. Aplikasi irigasi defisit pada tanaman jagung. Jurnal Irigasi - Vol. 4, No 2, November 2009.
Warisno 2005. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta :
Kanisius
Wiskandar 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki
Sifat Fisik Tanah di Lahan Kritis yang Telah Diteras. Kongres Nasional VII.